logo
×

Sabtu, 03 November 2018

Tokoh Muda NU: Ar-Rayah dan Al-Liwa Itu Bendera Perang, Bukan Identitas Politik Umat Islam

Tokoh Muda NU: Ar-Rayah dan Al-Liwa Itu Bendera Perang, Bukan Identitas Politik Umat Islam

NUSANEWS - Tokoh Muda Nahdlatul Ulama, Ustadz Jamaluddin Mohammad menegaskan, Ar-Rayah dan Al-Liwa merupakan dua bendera perang pasukan muslim.

Penegasan pria yang akrab disapa Kang Jamal itu merujuk dari beberapa hadis Nabi Muhammad SAW. Ia juga menegaskan Ar-Rayah dan Al-Liwa bukan simbol negara atau identitas politik umat Islam.

“Dalam banyak Hadis Nabi Muhammad SAW ‘Ar-Raya’ dan ‘al-Liwa’ adalah dua bendera perang yang dikibarkan Pasukan muslim. Itu bendera perang sebagai tanda keberadaan pasukan, bukan simbol negara atau identitas politik umat Islam. Bisa dicek di pelbagai sejarah islam,” tegas Kang Jamal kepada Swararakyat, Sabtu (3/11/2018).

Berbeda dengan bendera “Merah Putih”, menurutnya, bendera itu sebagai simbol negara, sekaligus sebagai identitas politik negara Indonesia.

“Ini berbeda dengan bendera merah putih sebagai simbol negara, bendera organisasi, atau bendera kelompok. Merah putih muncul bersamaan dengan kemunculan negara Indonesia,” ujar Kang Jamal.

“Sebagai simbol dan identitas politik bangsa indonesia. Sementara Islam bukan organisasi politik. Islam adalah akidah, syariah, dan tasawuf (iman, islam, dan ihsan),” lanjutnya.

Dalam pandangan pria asal Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin, Cirebon, Jawa Barat itu, dalam ilmu teologi tidak ada pembahasan terkait iman kepada bendera.

“Dalam disiplin ilmu tauhid (teologi) yang saya pahami, tidak ada pembahasan tentang iman kepada bendera (ar-Rayah atau al-Liwaa),” tandasnya.

Adapun hadis Nabi yang menjelaskan tentang Ar-Rayah dan Al-Liwaa, menurut Kang Jamal bentuknya polos dan warnanya berbeda-beda.

“Hadis Nabi yang menjelaskan tentang Ar-Rayah dan al-Liwa kebanyakan menyebut bendera Nabi itu polos, warananya pun berbeda-beda, terkadang putih, hitam, merah atau kuning,” ucap Kang Jamal.

Sedangkan hadis yang menyebut bertuliskan kalimat tauhid, kata Kang Jamal, jumlahnya sedikit dan terhitung lemah (hadis daif).

“Dalam keterangan hadis ini pun tidak ada penjelasa bahwa bendera itu bendera sebagai identitas Islam. Itu pun hanya digunakan perang dan tidak dikibarkan pada saat damai,” ungkapnya.

Jamaluddin meyakini, bendera yang diklaim sebagai bendera tauhid itu bukan identitas Islam. Karena warna bendera selalu berubah-ubah.

“Jika bendera itu sebagai identitas umat Islam, tentu warnanya tak pernah berbeda-beda, riwayatnya jelas, dan pasti disepakati umat islam. Hadisnya pun tentu sahih. Masa umat islam lupa benderanya sendiri? Kan lucu,” tukasnya.


SUMBER
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: