logo
×

Kamis, 06 Desember 2018

Penyerangan KKB Papua, Istana Menyindir: Kalau TNI Menyerang Dibilang Melanggar HAM

Penyerangan KKB Papua, Istana Menyindir: Kalau TNI Menyerang Dibilang Melanggar HAM

NUSANEWS - Pihak Istana melontarkan sindiran yang ditujukan kepada pihak-pihak yang menerapkan standar ganda dalam melihat peristiwa di Kabupaten Nduga, Papua.

Dalam penyerangan tersebut, 31 nyawa perkerja proyek pembangunan Trans-Papua di dihabisi dengan cara yang sangat keji oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB).

Tak hanya itu, mereka juga menembak mati anggota TNI yang sebelumnya terlibat kontak senjata.

Dari keterangan salah satu korban selamat mengungkap bahwa KKB memperlakukan para korban dengan sangat tidak manusiawi.

Untuk mengesekusi para korban, mereka memberondong dengan senapan laras panjang sambil menari.

Tak hanya itu, tiga pekerja lainnya pun diesekusi dengan cara disembelih.

Karena itu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyatakan bahwa pemerintah sudah mengambil langkah dan tindakan atas peristiwa tersebut.

Akan tetapi, Moeldoko juga meminta kepada para pihak yang selama ini melihat dari sudut berbeda agar tidak menerapkan standar ganda.

Jika saat terjadi kekerasan dari pihak TNI, lalu kelompok HAM bersuara lantang.

Maka pada peristiwa di Nduga, standar serupa harus diterapkan pada pelaku kejahatan kemanusiaan ini.

Demikian disampaikan Moeldoko di Bina Graha Kantor Staf Presiden, Jakarta Pusat, Rabu (5/12/2018).

“Jangan melihat peristiwa yang terjadi di Papua dengan sebelah mata,” sindirnya.

Sebagai tindakan antisipasi, Mantan Wakil Gubernur Lemhanas menyatakan, pemerintah akan memetakan daerah-daerah mana yang tidak aman dan memerlukan penjagaan khusus.

“Kami juga akan data perusahaan-perusahaan atau BUMN mana saja yang memerlukan pengawalan dalam melakukan pekerjaan strategisnya,” kata Moeldoko.

Saat ini, lanjutnya, sedang dibangun jalan Trans-Papua. Khusus antara Wamena-Agats yang juga melewati Nduga, dibangun jalan sepanjang lebih dari 800 kilometer.

Sementara, PT Istaka Karya mendapat tugas membangun total 14 jembatan di sepanjang Trans-Papua. 11 jembatan di antaranya sedang dalam proses pengerjaan.

“Nduga termasuk zona merah. Daerah simbol kemiskinan, keterbelakangan, dan rawan konflik sosial,” ungkapnya.

Karena itu, pihaknya meengaskan bahwa pemerintah memberikan perhatian khusus pembangunan di wilayah-wilayah Papua yang dianggap tertinggal.

“Pemerintahan Jokowi memperhatikan benar pembangunan kawasan tertinggal di Papua,” bebernya.

Di sisi lain, untuk memulihkan kondisi dan kemanan di Papua, saat ini sudah diterjukan 150 anggota TNI dan Polri.

“Kami tidak ingin orang-orang yang sedang bekerja di sana, maupun masyarakat asli Papua merasa tidak aman,” katanya.

Diberitakan PojokSatu.id sebelumnya, pihak Istana telah mengutuk keras peristiwa yang sangat sadis itu.

Moeldoko juga menegaskan, peristiwa tersebut tidak bisa dianggap kriminal murni. Melainkan aksi terorisme.

“Ini bukan hanya aksi kriminal biasa. Ini aksi terorisme oleh Organisasi Papua Merdeka,” tegasnya.

Untuk itu, mantan Panglima TNI itu juga menyebut bahwa pemerintah bergerak cepat untuk memulihkan keamanan di papua.

“Pembangunan di Papua tetap dilanjutkan. Karena ini adalah upaya membuka infrastruktur daerah tertinggal yang menjadi visi Presiden Jokowi,” jelas Moeldoko.

Ia juga menyampaikan bahwa TNI dan Polri akan melindungi segenap warga sipil, baik warga asli Papua maupun pendatang dari gangguan kelompok ini.

Untuk TNI dan Polri, Pihaknya berharap agar tak perlu terprovokasi dengan kejadian ini.

Ada baiknya tetap berlaku profesional dan proporsional dan tak terpancing melakukan aksi balas dendam.

“Tunjukkan bahwa prajurit dan bhayangkara akan menjaga dan mengawal pembangunan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan masyarakat Papua,” harapnya.

Sebelumnya, Amnesty International Indonesia meminta agar tidak ada hukuman mati terhadap KKB yang melakukan penyerangan di Yigi, Nduga, Papua itu.

Ia menegaskan, semuanya, harus lebih dulu diadili melalui jalur pengadilan.

“Semua yang terlibat harus dibawa ke pengadilan lewat proses yang adil, tanpa harus berujung pada hukuman mati,” kata Direktur Eksekutif Usman Hamid dalam keterangan tertulisnya, Rabu (5/12/2018).

Ia juga menekankan, penanganan aparat keamanan atas peristiwa tersebut juga tidak boleh mengarah pada pelanggaran hak asasi manusia lebih lanjut.

Sebab, selama ini, aparat keamanan dinilai memiliki banyak memiliki rekam jejak yang tidak sesuai dengan prinsip penegakan HAM dalam melakukan operasi keamanan.

“Tragedi mengerikan di Nduga ini tidak boleh dijadikan alasan bagi mereka untuk kembali bertindak demikian,” tegasnya.

Usman menambahkan, peristiwa di Nduga ini juga tidak bisa dijadikan alasan untuk membungkam kebebasan sekaligus melanggar HAM.

Menurutnya, pihak berwenang juga memastikan bahwa polisi dan militer memberikan keamanan bagi semua orang, tanpa diskriminasi, setelah serangan di Papua.

Kendati demikian, lanjut Usman, pihaknya sadar betapa kompleks kondisi di lapangan.

Pasalnya, aparat penegak hukum juga berada di situasi yang berbaya saat menjalankan tugas di wilayah Papua.

Karena itu, pintanya, aparat penegak hukum juga tetap harus menghormati hukum HAM internasional.

“Termasuk perlindungan terhadap hak untuk hidup, kebebasan dan keamanan, dan harus mengikuti standar internasional tentang penggunaan kekuatan di setiap saat,” jelasnya.

Usman pun membeberkan deretan dampak negatif jika dalam penanganan kasus ini gagal menghormati HAM.

Tentunya, kondisi tersebut akan berkontribusi pada siklus permusuhan dan kekerasan yang semakin meningkat.

“Dengan risiko lebih banyak nyawa yang hilang maupun dalam bahaya. Termasuk risiko bagi aparat penegak hukum,” bebernya.

Di sisi lain, pihaknya juga mendesak otoritas Indonesia agar tidak gegabah membuat kebijakan.

Yakni berupa pendekatan militer dalam merespon kejadian di Nduga demi mencegah jatuhnya lebih banyak korban dari warga sipil.

“Indonesia semestinya merujuk pada kebijakan menghadapi situasi serupa di Aceh, dengan mengedepankan jalan non-militer,”

“Yang terbukti mengakhiri konflik bersenjata dan mencegah jatuhnya banyak korban sipil,” tukas Usman.


SUMBER
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: