
NUSANEWS - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan (Sulsel) melanjutkan pemeriksaan kasus dugaan korupsi pengadaan lampu jalan tenaga surya di Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulbar.
Tersangka adalah A Baharuddin Patajangi. Dia merupakan Kepala Bidang Pemerintahan dan Desa Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) Polman.
Senin (10/11) kemarin, penyidik menjadwalkan pemeriksaan terhadap tersangka. Selanjutnya, Baharuddin akan dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas 1A Makassar. Namun upaya penahanan gagal lantaran tersangka mangkir dari panggilan penyidik.
“Untuk itu, kami masih tunggu laporannya dari penyidik. Yang bersangkutan kami panggil untuk dilakukan pemeriksaan. Namun karena alasan kesehatan, tidak bisa datang,” kata Kepala Seksi Penyidik (Kasidik) Kejati Sulselbar Andi Faik di Makassar, Selasa (11/12).
Sebelumnya, penahanan sudah dilakukan kepada tersangka lainnya. Yakni, Direktur CV Binanga Haeruddin. Dia dijebloskan ke sel tahanan setelah dilakukan pemeriksaan sebagai tersangka selama lima jam lebih di ruang Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Sulselbar.
Andi Faik menambahkan, penyidik bakal menjadwalkan ulang pemanggilan tersangka A Baharuddin Patajangi pada pekan ini. Jika tersangka tetap tidak menunjukan sikap kooperatif, tindakan tegas bakal dilakukan.
“Jadi untuk tersangka tambahan, kami akan tunggu laporannya dari penyidik. Sebelum kami jadwalkan pemanggilan lanjutannya nanti,” tegas Andi Faik.
Dalam perkara tersebut, para tersangka mengarahkan kepada seluruh kepala desa (kades) di 144 desa untuk membeli lampu jalan kepada CV Binanga. Anggaran pembelian lampu jalan bersumber dari Alokasi Dana Desa (ADD) yang dibagi dalam dua tahap.
Tahap pertama pada 2016, dicairkan sebesar Rp 80 miliar. Kemudian tahap kedua pada 2017 sebesar Rp 80 miliar. Pada 2016, pengadaan lampu jalan terealisasi sebanyak 720 unit dan 2017 terealisasi sebanyak 715 unit.
Dalam perjalannya, kedua tersangka diketahui melakukan mark up atau menaikkan harga sebesar 15 persen. Dari seharusnya Rp 18 juta per unit, diubah menjadi Rp 23,5 juta per unit. Hasil audit sementara, penyidik menemukan potensi kerugian negara mencapai Rp 8,9 miliar.
SUMBER