DEMOKRASI.CO.ID - Konsistensi Presiden Joko Widodo kembali dipertaruhkan dalam polemik revisi UU 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang sudah disahkan DPR.
Gurubesar Hukum Tata Negara Universitas Jenderal Soedirman, Muhammad Fauzan mengingatkan momen ketika Jokowi mengirimkan surat presiden (supres) untuk membahas RUU KPK bersama DPR.
Saat itu, Jokowi mengaku setuju dengan revisi. Dia juga menggarisbawahi sejumlah poin yang harus jadi perhatian dalam pembahasan. Salah satunya keberadaan Dewan Pengawas yang menurutnya perlu dibentuk.
Jokowi kala itu, kata Fauzan, memandang Dewan Pengawas harus ada agar KPK bekerja dalam prinsip check and balances. Dengan begitu, maka KPK akan terhindar dari potensi penyalahgunaan kewenangan.
Saat Jokowi menyampaikan poin yang disetujui dalam RUU KPK, Fauzan mengaku sempat memuji mantan walikota Solo itu.
“Saya berpikir inilah sikap tegas presiden pilihan rakyat. Perkataan raja menjadi dasar hukum yang wajib dipatuhi dan dilarang mencla-mencle kalau ingin dihormati," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin (7/10).
Namun demikian, Fauzan mulai ragu dengan penilaiannya pada Jokowi. Ini lantaran Jokowi tidak kuasa menahan desakan publik untuk menerbitkan Perppu KPK. Jokowi melempar tiga opsi untuk RUU KPK, yakni melalui legislative review, judicial review dan mengeluarkan perppu.
“Presiden memberikan keterangan akan mempertimbangkan dan mengkalkulasi kemungkinan diterbitkannya Perppu," ungkap Fauzan.
"Itu adalah kewenangan presiden dan konstitutional. Tetapi saya hanya ingin presiden konsisten dengan yang telah disampaikan pada konpres yang pertama," tegasnya.
Lebih lanjut, Fauzan berharap Jokowi tidak mencla-mencle sebagai pemimpin. Sementara kepada pihak-pihak yang tidak sepakat dengan UU KPK, Fauzan menyarankan untuk menempuh jalur judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Hal itu untuk mendidik masyarakat agar menempuh jalur hukum yang konstitusional,” tutupnya. [rm]