Oleh M Rizal Fadillah
Edisi terakhir majalah Tempo bergambar cover Presiden Jokowi yang bermata sipit, berhidung pesek, bermuka lebam, sedang menghitung kancing "perpu tidak perpu tidak", posisi duduk tanpa kursi, dan bersendal sepatu crocs buaya, sangat bagus sekali.
Bagus karena kaya makna dan mudah dicerna. Seperti sindiran cover "pinokio" terdahulu yang bisa membuat orang mengerti, senang atau marah. Tergantung sudut pandang. Meski beda pandangan tapi ada titik temu yang "mufakat" yakni gambar itu adalah Jokowi, Presiden Republik Indonesia.
Bermata sipit berhidung pesek adalah profil wajah Cina. Jokowi digambarkan berwajah Cina. Apakah karena akrab dan dikelilingi Cina, memanjakan pengusaha Cina, soal Perppu pesanan dan demi kepentingan (investasi) Cina, dikendalikan oleh Cina, atau Jokowi itu memang keturunan Cina. Tafsir boleh saja. Nah kini ditunggu, jika berhidung panjang ada yang marah, jika hidung pendek adakah yang marah juga lalu lapor sana sini lagi atau tidak.
Wajah yang agak lebam memang sedang mengalami pukulan aksi protes mahasiswa, perguruan tinggi, pelajar, buruh, dan aktivis umat Islam. Babak belur karena Jokowi juga mendapat pukulan dari teman teman dekat yang sedang berebut kue jabatan dan saling menekan. Belum lagi pukulan keras Papua bersama Amerika.
Hitung kancing manifestasi kebimbangan luar biasa. Situasi dilematis Perppu dikeluarkan menyenangkan rakyat sesuai aspirasi dan akal sehat. Tapi partai koalisi dan parlemen cemberut dan memaki maki. Jika tidak dikeluarkan, mahasiswa dan rakyat yang akan terus menekan. Hitung kancing adalah mengikuti suara tokek. Mistik. Mistisisme sering meliputi ruangan istana dimana mana. Efeknya banyak tokoh yang setelah "masuk istana" keluar berubah jadi penjilat. Mistik politik.
Jokowi duduk tanpa kursi. Memang belum dilantik saat ini. Jika dilantik pun apakah kursi tetap diduduki. Artinya sebenarnya ia bukan pemilik orisonal kekuasaan. Ada orang sekitar Presiden yang lebih berkuasa "the real President". Menjadikan boneka tanpa kursi. Soal Perppu adalah awalan yang bisa berujung Jokowi punya atau tidak kursi. Kursi yang hilang adalah keniscayaan bagi pemimpin yang mengabaikan perasaan rakyat. Cepat atau lambat.
Bersandal adalah kesederhanaan. Tapi bersandal buaya "crocs" adalah penipuan. Itu barang mahal made in Colorado Amrik. Jadi milenial yang tak pantas. Kegedean eh ketuaan, bro.
Tempo memang tempo tempo kritis tempo tempo hambar. Kini Tempo sepertinya mencoba memulihkan diri untuk lebih kritis. Menjadi sinyal apakah Pak Presiden sudah temponya untuk tidak duduk di kursi gara-gara berhidung pesek atau bermata sipit dan bimbang berat untuk mengambil putusan soal Perppu? Kita lihat tempo saja ke depan.
Bandung, 8 Oktober 2019 (*)