logo
×

Sabtu, 18 Januari 2020

Reza Pahlavi Muncul, Tanda Khamenei Bakal Dilengserkan?

Reza Pahlavi Muncul, Tanda Khamenei Bakal Dilengserkan?

DEMOKRASI.CO.ID - Mantan Pangeran Iran Reza Pahlavi menyebut rezim yang dipimpin Ayatollah Ali Khamenei akan runtuh dalam beberapa bulan kebdepan. Ia mendesak agar negara Barat tak bernegosiasi dengan pemerintahan Iran.

"Hanya masalah waktu baginya untuk mencapai klimaks terakhir. Saya pikir kita berada dalam mode itu," kata Pahlavi pada sebuah konferensi pers di Washington dikutip CNBC International, Kamis (16/1/2020).

Ini adalah kemunculan pertama Pahlavi di publik dari pengasingannya di Washington, AS, di tengah konflik militer AS-Iran.

Ia menyakini, rezim Ayatollah akan menghadapi hal serupa seperti yang terjadi pada ayahnya di awal 1979 terlihat dari serangkaian demo yang di Iran pada bulan November lalu akibat menentang kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan demo terbaru yang muncul akibat Iran menembak pesawat Boeing 737-800 milik Ukraine International Airlines di tengah konflik dengan AS.

"Ini adalah minggu atau bulan sebelum keruntuhan total, tidak berbeda dengan tiga bulan terakhir pada 1978 sebelum revolusi," lanjutnya.

Reza Pahlavi yang adalah ahli waris monarki Dinasti Pahlavi. Pada 1979, gejolak politik telah berubah menjadi revolusi yang pada 16 Januari 1979 berhasil memaksa Shah (gelar Reza Pahlavi ayah dari Pangeran Reza Pahlavi) untuk meninggalkan Iran setelah berkuasa selama 37 tahun.

Mohammad Reza Pahlavi beserta seluruh keluarganya mengasingkan diri ke Mesir hingga akhir hayatnya, di mana ia memperoleh suaka politik dari Presiden Anwar Sadat.

Setelah Pahlavi meninggalkan Iran, kekuatan-kekuatan revolusioner mengubah pemerintahnya menjadi suatu Republik Islam dipimpin oleh Ayatollah Rohullah Khomeini, seorang pemuka agama Syi'ah Iran.

Pangeran Pahlavi menyampaikan dukungannya kepada Presiden AS Donald Trump yang telah melakukan isolasi dan sanksi. Ia merasa tak ada perubahan apapun bagi Iran di bawah Ayatulloh.

"Sudah lama mengakui bahwa ini bukan rezim normal dan (rezim itu) tidak akan mengubah perilakunya," kata Pahlavi.

"Rekan sebangsa saya mengerti bahwa rezim ini tidak dapat direformasi dan harus disingkirkan."

Hubungan Iran dan AS memanas setelah Trump memerintahkan serangan udara ke Bandara Internasional Baghdad pada 3 Januari lalu yang menewaskan beberapa orang penting Iran termasuk pimpinan pasukan Quds Iran Jenderal Qassem Soleimani.

Iran membalas AS dengan melakukan beberapa kali serangan rudal ke pangkalan militer AS di Irak, namun sempat salah menembak pesawat Boeing Ukraina.

Atas kejadian itu, warga sempat mengungkap ketidakpercayaan pada pemerintah, bahkan meminta Ayatollah Khamanei mundur dari jabatannya dan meninggalkan Iran.

Menanggapi hal ini, Presiden Iran Hassan Nourani meminta masyarakat Iran kembali bersatu. Ia mengatakan penembakan tersebut tak termaafkan dan meminta militer Iran meminta maaf ke publik.

Eskalasi konflik kedua negara tak menyurut. Ayatollah Khamenei bahkan menuding demo besar yang menuntutnya mundur tidak mewakili keinginan rakyat Iran. Ia menuding hal tersebut adalah propaganda untuk merusak citra negara itu.

"Musuh kita sama senangnya dengan kecelakaan pesawat saat kita sedih," katanya saat Salat Jumat di pusat ibu kota Teheran, dikutip dari AFP, Sabtu (18/1/2020).
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: