Oleh: Fani Ratu Rahmani (Aktivis Musimah dan Praktisi Pendidikan)
Istilah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada hakikatnya bukan sebuah istilah baru di tengah masyarakat. Menariknya dalam setahun terakhir ini, PHK yang terjadi di negeri ini bukan dalam jumlah yang sedikit. Sederet perusahaan sudah melakukannya. PT Indosat Tbk mengakui telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada 677 karyawannya pada Jumat (14/2). Tak hanya itu, Per Senin, 3 Februari 2020, sekitar 800 lebih karyawan di-PHK oleh manajemen PT. Karyadibya Mahardika (KDM) Kabupaten Pasuruan. Selain itu, Platform iklan baris OLX Indonesia juga mengambil langkah yang sama, Startup yang berdiri sejak 2005 ini diduga melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sejumlah pegawainya. (sumber : kumparan.com)
Dengan banyaknya karyawan perusahaan yang di-PHK, maka implikasinya tentu pada angka pengangguran di negeri ini. Sebab, tidak semua yang di-PHK bisa langsung mendapatkan pekerjaan di tengah lapangan pekerjaan yang juga minim. Tentu, melihat hal ini kita harus memahami akar masalah dari maraknya PHK di negeri kita ini.
Dilihat dari sisi argumentasi yang dipakai oleh beberapa perusahaan terkait maka semua mengerucut karna adanya era disrupsi. Era disrupsi adalah masa dimana sebuah inovasi akan menggantikan seluruh sistem lama dengan cara-cara yang baru. Adanya disrupsi ini menjadikan teknologi yang konvensional berganti menjadi digital sehingga meminimalisir atau bahkan menggantikan peran manusia dalam operasionalnya.
Tentu kita tidak menafikkan bahwa kita telah memasuki era disrupsi. Namun, sayangnya pemerintah tidak antisipatif terhadap dampak yang akan timbul dari era disrupsi dan tren digitalisasi. Kebanyakan dari masyarakat tidak siap dan pemerintah juga tidak mengambil langkah untuk menyiapkan masyarakat pada era ini. Walhasil, saat banyak perusahaan harus beradaptasi, tentu gelombang PHK akan terjadi karna tergantikan dengan teknologi canggih masa kini. Padahal kita tahu bahwa sangat potensial terjadi tindakan kriminalitas dan masalah sosial lainnya apabila angka pengangguran naik dan kesulitan ekonomi semakin mencekik.
Rakyat hanya menjadi korban kelatahan rezim dalam mengadopsi tren global. Setiap permasalahan akan terus berulang selama negara ini lemah dalam mewujudkan politik dan ekonomi yang berdaulat. Dengan adopsi ideologi kapitalisme yang dijalankan di negeri ini menjadikan politik dan ekonomi hanya mengikuti dikte dari negara adidaya. Negara kita berada di posisi sebagai pengikutnya, lantas bagaimana mau berdaulat jika hal yang mendasar saja mengikuti negara asing?
Kita seharusnya sadar bahwa mengadopsi ideologi kapitalisme dalam kehidupan hanya menjauhkan kita dari kebaikan dan keberkahan. Ide yang berasal dari buah pikir manusia ini tentu berorientasi pada pemenuhan keuntungan materi saja bagi segelintir orang. Di tengah era disrupsi pun, ini kian diarahkan untuk orientasi yang sama. PHK massal terjadi tentu juga mengurangi pembiayaan untuk menggaji orang lain karna tergantikan dengan sistem digital. Sungguh ini angin segar bagi para kapitalis untuk mendapatkan keuntungan yang lebih dari biasanya.
Permasalahan ini hanya akan tuntas dengan solusi hakiki yakni syariat islam. Islam adalah ideologi yang memiliki seperangkat aturan paripurna dalam mengatasi berbagai problematika manusia termasuk masalah ketenaga kerjaan, buruknya perekonomian, dan optimalisasi Sumber Daya Manusia (SDM) untuk menghadapi tantangan zaman.
Islam sangat mendetili akar dari berbagai permasalahan termasuk masalah ketenaga kerjaan. Apabila masalah ketenaga kerjaan muncul sebagai akibat dari hubungan pengusaha dan pekerja maka ini diselesaikan oleh kedua belah pihak itu sendiri. Sebagai sebuah aturan paripurna, islam telah mengatur secara rinci pembahasan tentang ini. Dalam syariat Islam, hubungan antara pekerja dan pengusaha termasuk dalam transaksi ijaarah. Ijaarah didefinisikan sebagai aqad/transaksi atas manfaat/jasa (yang dikeluarkan ajir/pekerja) dengan memperoleh imbalan (berupa upah/ujrah dari musta’jir/pengusaha). Ketika syariat ini dipatuhi, diharapkan masalah dapat diselesaikan oleh kedua belah pihak.
Apabila problematika tersebut muncul akibat kebijakan negara di bidang politik dan ekonomi, maka menurut islam negaralah yang bertanggung jawab untuk menyelesaikannya. Berkaitan dengan pemenuhan kebutuhn hidup rakyat, islam mewajibkan negara harus mampu menjalankan kebijakan yang bersandar pada politik ekonomi islam. Dengan politik ekonomi islam, ada sebuah keharusan untuk membuat kebijakan yang menjamin tercapainya pemenuhan semua kebutuhan pokok tiap individu masyarakat secara menyeluruh dengan mekanisme sesuai syariat islam. Termasuk kemudahan bagi para laki-laki sebagai kepala keluarga untuk mendapatkan pekerjaan.
Hanya saja negara yang mampu mewujudkan seperangkat aturan islam yang menyeluruh itu hanyalah negara khilafah. Sebuah kepemimpinan umum bagi seluruh umat islam yang akan menerapkan syariat islam secara kaffah dan mengemban dakwah islam ke seluruh dunia. Khalifah yakni pemimpin dalam khilafah bertanggung jawab untuk menjalankan segala kebijakan berdasarkan syariat islam.
Khilafah juga harus mampu menjawab tren global yang marak dengan sudut pandang islam. Apabila tren tersebut berupa kemajuan teknologi yakni era disrupsi seperti saat ini, maka khilafah harus memimpin era ini untuk kemaslahatan hidup manusia. Khilafah wajib mengembangkan potensi SDM dalam daulah untuk menyambut dan menjadi pemain dari kemajuan teknologi ini. Tentu dilakukan untuk menyelesaikan problematika umat kekinian dan membangun peradaban. Optimalisasi ini bisa dilakukan melalui politik pendidikan islam yang berlandaskan aqidah islam.
Khilafah adalah negara yang mandiri dan independen, hanya menerapkan syariat islam sebagai ideologi dan dasar negara. Dengan ini khilafah tidak menjadi negara yang dengan mudahnya mengikuti arahan dan dikte dari negara lain. Bahkan, haram dalam islam apabila membuka ruang bagi orang-orang kafir untuk menguasai kaum muslim. Ya, inilah yang seharusnya diambil agar negara mencapai tingkat kemajuan dalam peradaban dan kemandirian dalam pengaturan urusan kehidupan, yakni kembali pada aturan Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Wallahu’alam bish shawab.