DEMOKRASI.CO.ID - Kebanggaan Presiden Joko Widodo atas laju pertumbuhan ekonomi sebesar 2,97 persen di kuartal I 2020 terjadi karena pemerintah lebih mengutamakan kepentingan ekonomi.
Peneliti Insititut Riset Indonesia (Insis) Dian Permata mengurai bahwa dirinya menghargai rasa bangga Presiden Jokowi atas pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih berada dia angka 2,97 persen di saat wabah Covid-19.
Apalagi, jika menggunakan asumsi angka, boleh jadi pertumbuhan Indonesia lebih baik dibandingkan dengan negara lain yang terkena imbas Covid-19.
Namun demikian, Dian Permata mencatat bahwa kebanggaan Presiden Jokowi itu didasari argumentasi instrumen pro economy.
"Sehingga, angka menjadi sakral dan suci dan menjadi petunjuk siapa yang terbaik," kata Dian Permata kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (8/5).
Lulusan Magister Universitas Sains Malaysia ini bahwa Jokowi akan minder jika Indonesia dibandingkan Jerman yang hanya tumbuh 0,6 persen. Sebab, meski ekonomi tumbuh lebih kecil, Jerman tampil perkasa lantaran pro rakyat saat wabah melanda.
Mereka memberikan insentif warga negaranya yang terkena imbas Covid-19. Jerman memberikan stimulus bantuan ekonomi sebagai akibat dari langkah berani mengambil kebijakan lockdown untuk menumpas virus corona.
"Di sini kita lihat bahwa Jerman melakukan spending. Tujuannya agar warganya dapat hidup dengan mendapatkan mendapatkan insentif ekonomi. Jerman mengawinkan pandangan pro economy dan pro life," sambung Dian.
Hal itu berbanding terbalik dengan pemerintahan Jokowi yang hanya menguras Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tanpa membantu rakyatnya.
Jadi kontras sekali perbedaannya. Jerman pro life dan pro economy dengan resiko menguras APBN mereka,” terangnya.
“Pemilihan PSBB dan menghindari pelaksanaan menyeluruh UU Karantina, kesadaran masing-masing warga untuk diam di rumah saja (sesuai) tanpa insentif, hingga relaksasi peraturan pemberlakukan pembukaan moda transportasi makin menegaskan pemerintah cenderung pro economy," pungkas Dian.(rmol)