DEMOKRASI.CO.ID - Rencana pelonggaran PSBB di Indonesia memunculkan dugaan sebagian masyarakat kalau pemerintah tengah menerapkan kebijakan herd immunity. Juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19, Achmad Yurianto, pun buka suara menanggapi dugaan tersebut.
Yuri membantah bahwa pemerintah tengah menerapkan kebijakan herd immunity. Menurutnya, dugaan tersebut tidak berdasar dan pemerintah tidak pernah berpikir menerapkan herd immunity di Indonesia.
“Apakah pelonggaran itu berarti kemudian tidak ada PSBB? Apakah kemudian pelonggaran dimaknai pencabutan (PSBB)? Apakah kemudian dimaknai dengan tidak ada tatanan hidup normal baru? Enggak ada herd immunity dipakai di Indonesia,” kata Yuri, ketika dihubungi, Selasa (19/5).
“Dasarnya (dugaan herd immunity) apa? Yang pasti herd immunity itu enggak pernah dipakai di Indonesia,” sambungnya.
Herd immunity sendiri dideskripsikan sebagai kondisi di mana sebuah populasi manusia sudah cukup kebal terhadap penyakit, dan dengan demikian dapat menghambat penyebaran infeksi. Namun, penerapan konsep herd immunity mendapat kritikan keras dari para ahli kesehatan karena bisa menimbulkan banyak kematian dalam proses mencapai kekebalan tersebut.
Beberapa negara lain juga diduga menerapkan kebijakan herd immunity, seperti Swedia dan Inggris. Meski demikian, kedua negara itu membantah menerapkan kebijakan tersebut.
Di Indonesia, isu penerapan herd immunity sebenarnya telah muncul sejak awal kemunculan kasus virus corona di Indonesia. Dugaan tersebut lebih disebabkan oleh kurang tegasnya kebijakan pemerintah dalam mengatasi COVID-19, seperti keengganan untuk menerapkan lockdown secara nasional ataupun wacana pelonggaran PSBB akhir-akhir ini.
Meski belum melonggarkan PSBB, pemerintah telah mengizinkan orang berusia 45 tahun ke bawah untuk keluar rumah dan kembali bekerja. Menurut pemerintah, langkah tersebut diambil untuk menekan dampak PHK yang lebih besar selama pandemi corona.
“Kelompok muda usia di bawah 45 tahun mereka adalah secara fisik sehat, mereka punya mobilitas tinggi dan rata-rata kalau toh mereka terpapar mereka belum tentu sakit, mereka tidak ada gejala. Kelompok ini tentunya kita berikan ruang untuk beraktivitas lebih banyak lagi sehingga potensi terkapar karena PHK bisa kita kurangi,” ujar kepala BNPB, Doni Monardo, saat jumpa pers, Senin (11/5).
Di sisi lain, izin pemerintah tersebut mendapat kritik dari Pandu Riono, ahli epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Menurut Pandu, alasan yang dipakai pemerintah tidak memiliki dasar epidemiologis karena tidak melihat aspek persebaran wabah lebih lanjut. Sebab, meski belum tentu sakit, orang berusia 45 tahun ke bawah bisa saja menularkan ke orang lain yang lebih rentan.
“Mengapa ada kriteria-kriteria semacam itu (45 tahun ke bawah)? Itu harus dipertanyakan,” kata Pandu. “Malah, kalau tidak bergejala, orang lain bakal mengira dia sehat, padahal dia menyebarkan virus. Dan orang kan enggak selamanya patuh menggunakan protokol kesehatan. Sehingga potensial akan terjadi penularan.”
Hingga Selasa (19/5) pagi, Indonesia telah memiliki 18.010 kasus virus corona dengan catatan 1.191 pasien COVID-19 meninggal. Dari data tersebut, 48,7 persen kasus disumbang oleh orang di kelompok umur 18-45 tahun. Kelompok umur tersebut juga menyumbang 14,8 persen total kematian pasien COVID-19 di Indonesia.
Sampai saat ini tidak jelas kategori pekerjaan apa saja yang diizinkan bagi orang berusia 45 tahun ke bawah untuk kembali masuk kerja. Menurut Yuri, izin yang diberikan pemerintah itu tidak berlaku untuk semua pekerjaan.
“Kalau dia umur 45 kerjaannya cuma buka mal, ya, enggak boleh orang mal sampai sekarang enggak boleh dibuka,” kata Yuri. “Tetapi, teman-teman yang (kerja) di transportasi, yang kemudian di jasa pengiriman barang, dan industri makan, ya umur 45 saja lah yang kerja, yang 45 ke atas terlalu berisiko. Seperti itu bunyinya.”
Meski demikian, contoh yang disampaikan Yuri tidak sesuai dengan rencana pemerintah.
Sebelumnya pada akhir pekan kemarin, Menteri BUMN Erick Thohir telah merencanakan pegawai BUMN yang usianya di bawah 45 tahun untuk masuk kantor mulai 25 Mei 2020. Adapun pegawai yang usianya di atas 45 tahun diminta tetap bekerja dari rumah (work from home/WFH).
Kebijakan ini Erick tanda tangani dalam suratnya ke Direktur Utama BUMN pada 15 Mei 2020 dengan agenda Antisipasi Skenario The New Normal Badan Usaha Milik Negara.
Sejumlah perusahaan BUMN, dari Bank Mandiri hingga Telkom, telah menyanggupi skenario tersebut. Meski demikian, tanggal pasti masuknya karyawan BUMN yang berusia 45 tahun ke bawah belum dapat diketahui karena sedang dikaji oleh pemerintah. (*)