DEMOKRASI.CO.ID - Pertemuan antara anggota DPR RI Fraksi PDIP, Riezky Aprilia dengan Saeful Bahri selaku Kader PDIP di Hotel Shangri-La Orchid Singapura kembali dikorek Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sidang pemeriksaan saksi ini, Jaksa KPK menghadirkan dua saksi untuk terdakwa Wahyu Setiawan selaku Komisioner KPU RI dan Agustiani Tio Fridelina selaku Kader PDIP. Yakni Saeful Bahri dan supir pribadinya Moh. Ilham Yulianto.
Namun, saksi Ilham kembali tidak hadir untuk kedua kalinya pada sidang hari ini, Kamis (25/6).
Jaksa Moch. Takdir Suhan kembali mengkorek keterangan Saeful Bahri selaku saksi dalam sidang ini yang pernah menemui Riezky Aprilia pada saat dia telah ditetapkan sebagai calon anggota DPR RI terpilih dari Fraksi PDIP di Dapil Sumsel 1.
Pertemuan itu kata Saeful, dilakukan di sebuah ruang meeting yang ada di dalam kamar hotel yang ia sewa. Pertemuan itu dilakukan hanya empat mata saja selama kurang lebih dua jam.
"Jadi disitu ada kamar dan ada ruang meeting Pak Jaksa, saya ajak ketemu di ruang meeting saya. (Bertemu hanya) empat mata, sekitar 1 sampai 2 jam," ucap Saeful Bahri yang berada di Gedung KPK C1, Jakarta Selatan menggunakan video telekonferensi, Kamis (25/6).
Saat bertemu itu, Saeful mengaku memperkenalkan diri sebagai pribadi yang pernah menjadi anggota PDIP yang lebih senior dibanding Riezky.
"Yang saya sampaikan bahwa memang ini DPP (PDIP) sudah ada keputusan terkait kebijakan Dapil Sumsel 1, saya ceritakan kembali mulai putusan Mahkamah Agung. Saya bawa dokumen itu putusan Mahkamah Agung, Fatwa Mahkamah Agung, surat keputusan DPP PDIP," jelas Saeful.
Namun, kata Saeful, Riezky menyampaikan tidak mau melaksanakan putusan DPP PDIP yang memutuskan bahwa perolehan suara Nazaruddin Kiemas yang merupakan caleg yang telah meninggal dunia diganti oleh Harun Masiku.
"Nah Bu Riezky menanggapinya saat itu dia tidak mau melaksanakan keputusan partai tersebut kemudian karena dia merasa sudah bekerja di lapangan. Saya disitu tidak coba memaksa beliau, saya cari solusi bersama dengan pendekatan," kata Saeful.
Jaksa pun selanjutnya mendalami penyampaian lain yang disampaikan Saeful kepada Riezky pada saat pertemuan itu.
Saeful pun menyebut bahwa jika Riezky mau menjalankan putusan DPP PDIP, maka Riezky akan mendapatkan kompensasi. Kompensasi tersebut bisa berupa uang dan jabatan.
"Kan sifatnya diskusi Pak Jaksa, harus dipahami dulu ini bukan intruksi. Makanya saya diskusi sebagai orang lama di partai bahwa memang ketika partai memutuskan sesuatu tidak mungkin tanpa kompensasi, biasanya ada, biasanya ada kompensasi," katanya.
"Misalnya di tempatkan di jabatan strategis di mana misalnya putusan partai, lalu kompensasi penggantian dana kampanye misalnya, saya pakai bahasa misalnya ke Bu Riezky," ungkap Saeful.
Bahkan, untuk kompensasi penggantian dana kampanye, Saeful mengaku menyebutkan nominal uang. Yakni penggantian uang Rp 50 ribu per suara yang diperoleh oleh Riezky Aprilia.
"Jadi statemen lengkap saya gini Pak Jaksa, bahwa Bu Riezky misalnya ada kompensasi lain itu Bu Riezky misalnya juga diupayakan penggantian dana kampanye, itu per suara Rp 50 ribu, jadi sebuah diskusi," terang Saeful.
Sehingga kata Saeful, jika pada saat itu Riezky setuju dengan kompensasi yang disampaikan atas inisiatifnya sendiri tersebut, maka Saeful akan menyampaikan kepada Harun Masiku.
"Kalau Bu Riezky deal, ya saya akan sampaikan ke Harun," tegasnya.
Namun demikian, Jaksa Takdir pun mendalami soal kompensasi yang disampaikan Saeful. Di mana, Saeful mengaku kompensasi selalu ada jika kader menuruti keputusan DPP PDIP.
"Di sana saya tidak punya kewenangan, tidak punya kapasitas menawarkan sesuatu. Saya memberikan gambaran kompensasi-kompensasi yang bisa diambil," kata Saeful menegaskan.
"Saksi memberikan gambaran ini dapat pengetahuannya darimana?" tanya Jaksa Takdir.
Pengetahuan saya sebagai anggota sudah lama di partai," jawab Saeful.
Meskipun begitu, Riezky Aprilia kata Saeful menolak semua kompensasi yang ia sampaikan. (Rmol)