
DEMOKRASI.CO.ID - Resesi akan semakin nyata terjadi di Indonesia bila realisasi skema penyaluran pemulihan ekonomi nasional (PEN) terlambat. Terlebih saat ini hantaman Covid-19 tak kunjung menunjukkan penurunan.
Resesi makin nyata dengan kontraksi pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua yang tercatat menyentuh minus 5,32%. Oleh karenanya, realisasi PEN menjadi suatu keharusan.
“Kita sudah semakin nyata masuk ke resesi apabila skema penyaluran dana PEN ke Pemda dan UMKM lambat realisasinya. Harusnya 8 provinsi yang share PDB nasionalnya tertinggi diberikan skema khusus pinjaman dengan bunga 0% dengan nilai yang besar,” kata Wakil Ketua Dewan pembina Partai Gerindra, Sandiaga Salahuddin Uno dalam keterangannya, Jumat (7/8).
Merujuk pada minusnya kuartal II, Sandiaga pun menilai pemerintah harus menjadikan Pemda dan UMKM sebagai garda terdepan dalam penyerapan anggaran penggerak sektor riil bila ingin kuartal ketiga selamat.
Selain itu, ia juga mengkritisi kecilnya dana pemulihan ekonomi nasional yang digelontorkan pemerintah. Dana sebesar Rp 30 triliun yang dianggarkan dinilai belum dapat memberikan stimulan kepada seluruh sektor ekonomi.
“Nilainya kan kecil hanya 30 T. Belum mampu menopang secara menyeluruh daya beli yang terus menurun,” sambungnya.
Adapun percepatan yang dinilainya harus dikebut dari program PEN adalah penyaluran anggaran kesehatan, bantuan sosial (bansos) untuk mendongkrak konsumsi masyarakat, dan dorongan pada sektor UMKM serta korporasi pada industri padat karya.
“Tim PEN harusnya dipimpin oleh Menteri Keuangan karena desain skema kebijakan keuangan negara serta industri keuangan untuk mengatasi dampak Covid ini beliau yang siapkan sejak awal sesuai UU 2/2020,” tandasnya.