DEMOKRASI.CO.ID - Fraksi PKS konsisten ingin adanya revisi UU Pemilu agar pelaksanaan pilkada dinormalisasi dan digelar 2022 dan 2023, bukan 2024. Sementara, seluruh parpol koalisi pemerintahan telah satu suara menolak RUU Pemilu dan ingin Pilkada diadakan 2024.
Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengatakan jika Pilkada diadakan serentak dengan Pileg dan Pilpres di tahun 2024, hanya akan menimbulkan banyak dampak negatif. Misalnya, politik uang yang kian masif.
"Jika tetap memaksakan penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada Serentak di tahun 2024, berpeluang membuat preferensi calon pemilih lebih banyak menjadi transaksional dan emosional," kata Mardani dalam keterangannya, Selasa (9/2).
"Politik uang bisa kian masif, kontestasi tidak lagi berdasarkan gagasan program. Fungsi representasi juga menurun karena pejabat yang terpilih jadi merasa tidak punya kontrak sosial dengan pemilih," lanjut dia.
Dia pun khawatir pelaksanaan pemilu serentak akan menimbulkan korban jiwa lebih banyak dibanding pemilu tahun 2019 lalu.
"Pemaksaan untuk tetap menyelenggarakan pemilu dan pilkada serentak pada tahun 2024, juga berpotensi menimbulkan korban jiwa yang lebih besar dibandingkan pemilu serentak 2019. Tercatat 894 meninggal dunia dan 5.175 petugas dirawat di rumah sakit kala itu. Kita tidak ingin kejadian serupa terulang," ujarnya.
Anggota Komisi II DPR itu pun berpandangan pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 tak akan berdampak pada efisiensi anggaran negara. Justru, menurut dia, pelaksanaan pemilu serentak membuat pengeluaran negara membengkak.
"Dari sisi anggaran, tercapaikah efisiensi anggaran yang menjadi salah satu tujuan penyelenggaraan pemilu serentak? Tidak tercapai. Sebagai contoh alokasi APBN untuk Pemilu Serentak 2019 sebesar Rp 25,12 triliun, sedangkan Pemilu 2014 yang belum serentak berbiaya Rp 24,8 triliun," jelas dia.
Lebih lanjut, Mardani mengingatkan alokasi anggaran bagi pelaksanaan pemilu serentak berpotensi mengganggu rencana pembangunan nasional dan daerah.
"Perlu diingat, menambahkan beban APBN untuk pelaksanaan Pemilu Serentak dan Pilkada Serentak Tahun 2024, berpotensi mengganggu pembangunan nasional dan daerah pada tahun tersebut, terlebih Indonesia masih dalam tahap pemulihan ekonomi nasional," tutup Mardani. []