DEMOKRASI.CO.ID - Pengiriman pasukan militer Republik Chechnya untuk membantu Rusia menggempur Ukraina menjadi sorotan publik.
Mengapa Republik Chechnya yang dikenal sebagai negara berpenduduk mayoritas muslim membantu Rusia? Padahal Rusia dikenal sebagai negara komunis?
Pengamat politik Albert Muhammad mengatakan Republik Chechnya merupakan negara federal di bawah naungan Rusia.
“Dia (Republik Chenchnya) kan di bawah naungan federasi Rusia,” ucap Albert Muhammad saat berbincang dengan analis geopolitik Dina Sulaeman, dikutip Pojoksatu.id dari kanal YouTube Dina Sulaeman, Rabu (9/3).
“Jadi ketika Chechnya menyiapkan (pasukan militer) jelas, dia kan bagian dari Rusia,” tambah lulusan S2 ilmu politik salah satu perguruan tinggi di Rusia itu.
Chechnya merupakan republik otonom bagian dari federasi Rusia yang terletak di barat daya Rusia.
Menurut Albert, Chechnya memiliki 9 provinsi. Penduduknya mayoritas muslim, sebagiannya ortodoks.
Dahulu Chechnya dikenal sebagai sarang separatis. Presiden Rusia Vladimir Putin kemudian membantu keamanan dan menumpas separatis. Sejat saat itu, berdirilah negara Republik Checnya.
“Muncullah negara Republik Chechnya dengan Presiden pertama Akhmad-Kadyrov,” ucap Albert.
Doktor lulusan Saint Petersburg University Rusia yang juga dosen Ilmu Komunikasi UNS ini mengatakan Putin menunjuk Akhmad Kadyrov sebagai Presiden Chechnya.
“Itulah (alasan) kalau ditanya mengapa Chechnya mendukung mati-matian Putin,” jelas pria yang beristri warga Rusia ini.
Pada 2004, Ramzan Akhmadovich Kadyrov menjadi bodyguard Akhmad Kadyrov yang tak lain adalah ayahnya sendiri.
Tahun 2004, Akhmad Kadyrov terkena serangan separatis dan meninggal dunia. Pewarisnya adalah Ramzan Akhmadovich Kadyrov. Namun dia tidak langsung diangkat menjadi presiden. Ia harus menunggu beberapa tahun hingga mencapai usia 33 tahun.
Ramzan Loyalis Vladimir Putin
Sejak awal perang, Ramzan Akhmadovich Kadyrov terus mendesak Presiden Rusia Vladimir Putin untuk diizinkan memberangkatkan tentara dalam jumlah besar dari daerahnya Chechnya ke Ukraina.
Ramzan tidak sabar Ukraina tidak segera jatuh. Sejak lama Ramzan berpendapat Ukraina harus direbut. Sejak dulu Ukraina dianggap membahayakan Rusia.
Ramzan itu seperti Putin, seorang jagoan. Ia memang nge-fans berat ke Putin. Di antara seluruh pimpinan negara bagian di federasi Rusia, Ramzan yang paling loyal ke Putin.
Ramzan putra seorang ulama besar Chechnya: Ahmad Khadzhi Abdulkhamidovich Kadyrov. Sang ayah bergelar mufti besar Islam Chechnya.
Akhmad lulusan pesantren Bukhara, Uzbekistan, dekat makam Imam Bukhari, perawi hadis paling dipercaya.
Ahmad meninggal tahun 2004: bom meledak di dekat tempatnya duduk di acara besar di Chechnya.
Waktu itu Ramzan baru berumur 28 tahun. Ia bertugas menjadi ajudan dan sopir sang ayah. Ia bersumpah akan menumpas seluruh jaringan pembunuh ayahnya.
“Akan saya tumpas sampai sel yang paling akhir. Sampai saya mati atau masuk penjara,” sumpahnya.
Ia pimpin gerakan pemuda anak negeri. Ia buktikan ucapannya itu.
Setahun kemudian adik perempuannya diculik. Ia kerahkan ratusan anak-buahnya untuk mengepung tempat penculikan. Sang adik dibebaskan disertai pesta ledakan senjata api ke udara.
Sambil menunggu usia 33 tahun, Ramzan diangkat menjadi wakil perdana menteri pertama. Tapi kekuasaan negara praktis ada di tangannya.
Begitu Ramzan berumur 33 tahun, Ramzan menjadi Presiden Chechnya, tanpa gelar mufti.
Dikutip dari laman Disway.id berjudul ‘Dua Mata’, tindakan pertama yang dilakukan Ramzan ketika menjadi Presiden Checnya adalah membangun masjid baru.
Masjid baru itu harus terbesar. Yang harus di pusat kota Grozny, ibu kota Chechnya, yang paling pusat. Bangunan lama yang strategis di situ harus diruntuhkan untuk masjid. Luas tanahnya harus mencapai 14 hektare, sekalian untuk sekolah tinggi Islam.
Dalam waktu singkat masjid itu jadi: bermenara empat, setinggi 160 meter. Desainnya dimiripkan dengan Blue Mosque Istanbul. Yang diminta meresmikan: Imam masjid Konya, dari kota kelahiran Maulana Rumi, Turki.
Langkah keduanya sebagai presiden Chechnya: minta agar jabatan presiden itu dihapus. Diganti saja dengan jabatan ”ketua”.
“Tidak boleh banyak presiden di Rusia. Presiden harus hanya satu: Putin,” katanya.
Pemerintah pusat pun setuju. Semua jabatan presiden di negara bagian dihapus. Banyak presiden yang sewot dengan usul Kadyrov ini, tapi apa boleh buat.
Ramzan secara resmi mengumumkan bahwa istrinya tiga: Medni Musaevna Kadyrova, Fatima Khazuyeva, dan Aminat Akhmadova.
Dua anak lelaki Ramzan hafal Quran. Demikian juga dua anak perempuannya. Yang perempuan itu bahkan ikut lomba pelajar paling cerdas se-Rusia.
Putin sangat sayang pada keluarga ini. Ketika sang ayah tewas, Putin melayat secara pribadi. Sampai ke makam Akhmad.
Putin juga menggelontorkan dana pusat sangat besar ke Chechnya. Itu karena Ramzan memiliki program membangun kembali Chechnya dari keruntuhan ekonomi akibat perang.
Ramzan juga mendeklarasikan Chechnya harus menjadi negara termakmur dan teraman di dunia.
Ia tumpas habis gerakan bersenjata di Chechnya. “Sekarang ini tinggal ada 150-an bandit di seluruh Chechnya,” katanya. “Selebihnya sudah kami tumpas,” tambahnya.
Ia biasa memberi gelar bandit kepada lawan-lawannya. Sedang yang disebut ”bandit” itu sering menyebut diri mereka jihadist atau pejuang Islam.
Ayah-anak Akhmad-Ramzan ini lambang pemeluk Islam aliran Sunni. Sedang yang disebut ”bandit” tadi umumnya dari aliran Wahabi –banyak datang dari luar Chechnya.
Mereka itu awalnya menjadi satu barisan: sama-sama melawan pemerintah pusat Rusia yang lagi runtuh. Gerakan minta merdeka memang terjadi di mana-mana, seiring dengan rontoknya Uni Soviet. Termasuk di Chechnya.
Boris Yeltsin, Presiden Rusia sebelum Putin, menggempur Chechnya habis-habisan. Tidak boleh merdeka. Perlawanan dari Chechnya juga habis-habisan. Ini dianggap perang Islam lawan komunis. (one/pojoksatu)