![]() |
Menteri BUMN, Rini Soemarno bersama Menteri ESDM Sudirman Said |
Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie Massardi mengungkapkan, pembantu Presiden yang telah bermanuver dan diprediksi dapat merusak citra pemerintah adalah Menteri ESDM Sudirman Said dan Rini Soemarno.
Manuver yang sudah dilakukan dua menteri tersebut, imbuh Adhie adalah pelaporan Sudirman Said terkait audit Pertamina Energy Trading Limited (Petral-PES) yang menyebut adanya kerugian negara hingga USD18 miliar.
"Hasil audit Petral yang diserahkan Sudirman Said tidak obyektif. Karena, periode audit hanya pada 2012 hingga 2014," sesal Adhie kepada Rimanews di Jakarta, Rabu (25/11/2015).
Padahal, lanjut Adhie, Petral pernah mengalami kerugian besar di era kepemimpinan kakak kandung Rini Soemarno, yakni, Ari Soemarno di era 2003 hingga 2004.
"Ari Soemarno pernah tidak melakukan tender untuk mendapatkan harga jual terbaik bagi penjualan Green Coke eks Kilang Dumai. Ia justru mengalokasikannya kepada dua perusahaan fiktif, yakni Paramount Oil dan Orion Oil yang di kemudian hari berupaya menaikkan harga jual minyak hingga US$8 per barel dari harga pasaran saat itu. Penggelembungan harga untuk membayar minyak sebesar 300 ribu ton itu membuat Petral rugi US$2,4 juta," ungkap Adhie.
Selain itu, Adhie juga menduga audit Petral yang diserahkan Sudirman Said itu hanya permainan di mana ada kemungkinan seluruh kegiatan pengauditan direncanakan sedemikian rupa.
"Kalau konsisten mau melakukan bersih-bersih, audit juga dong Petral di era Ari Soemarno. Atau Sudirman Said takut, mengingat ia pernah menjabat sebagai Vice President Integrated Supply Chain (ISC). Makanya audit hanya tahun 2012-2014," sindir Adhie.
Sekedar informasi, semasa Ari Soemarno berkuasa sebagai direktur utama PT Pertamina pada 2008, kakak kandung Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno itu sempat membentuk Integrated Supply Chain (ISC) di tubuh Pertamina pada September 2008 dan beroperasi penuh Januari 2009.
Pembentukan lembaga yang juga dikenal sebagai PTM-ISC ini atas saran konsultan manajemen strategi terkemuka, McKinsey & Co yang kala itu posisi country manager dijabat oleh Arif Budiman, direktur keuangan Pertamina saat ini. Ari disebut-sebut membayar jasa McKinsey & Co hingga Rp1 triliun sebagai konsultan.
Sebagai kepala ISC yang pertama, Ari Soemarno menunjuk Sudirman Said. Semula, kehadiran ISC semasa Ari berkuasa dimaksudkan untuk memperkuat dominasi keluarga Ari Soemarno (Rini dan Ongki P Soemarno) beserta kroninya dalam bisnis minyak impor Pertamina.
ISC sempat kebablasan dalam menerapkan kebijakan produksi minyak yang menyebabkan terjadinya kelebihan pasokan minyak, solar, dan avtur. Kapasitas kilang-kilang tua Pertamina tidak mampu menampung kelebihan pasokan itu dan membuat Pertamina harus menyewa kapal tanker sebesar US$900 ribu per bulan untuk menampung kelebihan pasokan dan harus membayar tenaga ahli hingga US$15 juta.
Kejayaan ISC sempat terhenti ketika Ari dicopot dari posisinya pada Februari 2009. Ari digantikan Karen Galaila Agustiawan, mantan staf ahli Ari. Oleh Karen, posisi Sudirman sebagai orang nomor satu di ISC dicopot pada Maret 2009, dan diminta mengawasi kegiatan restrukturisasi aset dan anak usaha Pertamina.
Kini, ketika Karen tak lagi berkuasa dan Presiden Joko Widodo memilih Dwi Soetjipto sebagai pengganti, dimanfaatkan betul oleh Ari untuk membalaskan dendam.
Setelah sukses mengantarkan Sudirman Said ke kursi menteri, Ari juga berhasil menempatkan Daniel Purba, mantan anak buahnya sebagai orang nomor satu di ISC. Tidak banyak yang tahu bahwa trio Rini-Sudirman-Ari menempatkan “mata” untuk mengawasi kinerja Tanri Abeng, komisaris utama Pertamina. “Mata” yang dimaksud adalah Widhyawan Prawiraatmaja. Mantan Deputi Pengendalian Komersial SKK Migas itu ikut ditunjuk sebagai komisaris mendampingi Tanri.(rmn)