logo
×

Minggu, 10 Januari 2016

Isu Freeport, ke Mana Akhirnya?

Isu Freeport, ke Mana Akhirnya?

NBCIndonesia.com - Tiga bulan berlalu sejak rekaman “Papa Minta Saham” bocor ke publik. Berawal tanggal 16 November 2015, Menteri ESDM Sudirman Said melaporkan Setya Novanto yang kala itu masih menjabat Ketua DPR RI ke Mahkamah Kehormatan Dewan. Hingga pertengahan Desember publik disibukkan dengan konflik yang melibatkan MKD, Setya Novanto, Pengusaha minyak Riza Chalid, dan Direktur PT. Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin. Kegaduhan mengalami puncaknya pada tanggal 16 Desember 2015 dengan pengunduran diri Setya Novanto selaku Ketua DPR RI.

Namun hingga saat ini ketegasan pemerintah belum menyentuh pokok persoalan, yakni menegaskan keberadaaan pertambangan Freeport di Papua. Alih-alih mengawal kasus Freeport, media masa justru melebarkan fokus publik kepada kisruh pimpinan DPR selanjutnya dan menyorot konflik ditubuh Golkar, partainya Setya Novanto. Hingga menjelang tahun baru isu Freeport terkubur dengan isu porstitusi artis, konflik keamanan, terorisme, penistaan agama, dan gerakan separatisme.

Freeport Indonesia memang tengah berusaha mengajukan permohonan perpanjangan tambang dengan pemerintah. Sebab penggalian Freeport di Papua, Indonesia akan berakhir di tahun 2021 sebagaimana perjanjian dalam Kontrak Karya II yang ditandatangani tahun 1991. Freeport tetap menginginkan eksistesinya di Papua hingga tahun 2041.

Bukan tanpa alasan. Perusahaan ini telah mengeruk kekayaan alam Papua sejak April 1967, sebulan setelah Sokerno menyerahkan kepresidenan kepada Soeharto. Pada bulan itu juga Undang-Undang Penanaman Modal Asing (UU PMA) No 1/1967 disahkan. Tahun 1988, PT. Freeport Indonesia beralih mengeruk cadangan emas lainnya di Gresberg.

Dari situlah Freeport membesarkan namanya hingga menjadi perusahaan tambang emas dan tembaga terbesar di dunia. Tokoh Papua, Markus Haluk lewat bukunya  “Menggugat Freeport” mengungkapkan, eksploitasi Freeport telah mengeruk sekitar 7,3 ton tembaga dan 724,7 ton emas.

Tahun 2016 PT. Freeport Indonesia berencana menutup tambang terbuka Grasberg dan menggantinya dengan operasi tambang bawah tanah. Tambang ini akan menjadi tambang bawah tanah terbesar di dunia dengan produksi 200.000 ton material perhari. Hingga 2010, Freeport Indonesia memproduksi 235.000 ton bijih emas perhari dengan proyeksi emas 1,7 juta ons.

Diperkirakan ada 18 juta ton cadangan tembaga dan 1.430 ton cadangan emas hingga 2041. Sementara National Geographic menulis cadangan emas di Grasberg hampir 30 juta troy ounces. Kalau dirupiahkan, cadangan emas ini nilainya setara Rp1.200 triliun.

Freeport Indonesia merupakan penyumbang terbesar ke Amerika. Berdasarkan data Freeport-McMoran per akhir 2009, Viva.co.id melansir Freeport Indonesia membukukan pendapatan US$5,9 miliar, jauh melampaui perusahaan Freeport yang beroperasi di Amerika Utara dengan pendapatan US$4,8 miliar.

Bahkan, Freeport Indonesia juga mengungguli perusahaan dalam kelompok Freeport yang beroperasi di Amerika Selatan dan Eropa. Di Amerika Selatan, kontribusi pendapatan perusahaan Freeport di sana sebesar US$3,8 miliar, sedangkan Eropa hanya US$1,89 miliar.

Sementara Asosiasi Pertambangan Indonesia menyebut penjualan tembaga tambang Grasberg tahun 2013 mencapai 356 juta pound dan 342 ribu ounces emas. Dengan realisasi harga jual rata US$ 3,20 per pound tembaga, dan US$ US$ 1.431 per ounces emas. Freeport membukukan pendapatan dari penjualan tembaga sebesar USS 1,14 miliar dan penjualan emas sebesar US$ 4,89 miliar.

Pertaruhan Freeport di tanah Papua memang tidak sedikit. Freeport telah menanam modal lebih dari USD 7,8 Miliar untuk infrastruktur. PTFI juga telah membeli lebih dari USD 6 Miliar barang jasa domestik sejak 1992. Empat tahun terakhir PTFI memberikan lebih dari USD 46 Miliar dan terus meningkat hingga USD 6,5 Miliar dalam bentuk pajak, dividen, dan royalti.

Maka tak heran jika Freeport ngotot agar penambangan boleh dilanjutkan. Sebulan sebelum kasus “Papa Minta Saham” menyeruak, tanggal 7 Oktober 2015, Menteri ESDM, Sudirman Said menulis surat kepada Freeport. Isinya menjamin keberlangsungan penambangan Freeport hingga 2021 dan jaminan kelanjutan investasi di Indonesia.

Di sisi lain keberadaan Freeport merupakan ‘lahan basah’ terutama bagi elit Jakarta (Red-Pemerintah Pusat). Dalam sebuah pertemuan antara Pansus Majelis Rakyat Papua dengan PTFI menyampaikan pembagian alokasi dana manfaat PTFI terhadap pemerintah pusat menyatakan bahwa Pemerintah Pusat menerima alokasi dana sebesar 89,2 persen, sementara Pemprov Papua hanya 5,8 persen.

Bahkan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia menyebut selama ini pembayaran pajak penghasilan (PPh) badan yang dilakukan PT. Freeport Indonesia hanya membuat kaya Jakarta, Sebanyak 35 persen dibayarkan ke Jakarta.

Menjelang akhir tahun, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah saat ditemui wartawan dikantornya menegaskan akan mengusut mafia tambang lewat pansus. Pansus Freeport ini digadang-gadang dapat membuka seluruhnya termasuk para pejabat yang ikut bermain. Fahri mengaku sudah mengantongi 25 nama anggota DPR yang mendukung pembentukan. Pembentukan pansus akan disampaikan saat sidang paripurna DPR tanggal 11 Januari 2016.

Maka pada bulan inilah ketegasan pemerintah diuji sesuai janjinya. Akankah janji pemerintah akan ditepati dan mampukah pemerintah mengusut mafia tambang hingga ke akar-akarnya?  atau apakah akan ada pengalihan isu berikutnya? Kita tunggu saja. (ip)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: