
NBCIndonesia.com - Menarik dan lucu melihat perilaku anggota dewan terhormat yang sekarang duduk di parlemen saat ini.
Waktu pemilihan presiden (pilpres) 2014 lalu, gesekan antara pendukung Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) sangat kuat. Tidak hanya di akar rumput, tetapi di anggota DPR RI sendiri.
Tetapi aneh bin ajaib, ketika hendak melakukan korupsi, baju KMP dan KIH pun dilepas. Tidak ada lagi gesekan keras di antara mereka. Yang ada adalah rasa kebersamaan untuk mencuri uang rakyat.
Peneliti Formappi, Lucius Karus mengatakan, inilah riilnya politik di Senayan, dimana di balik perseteruan dua kubu selama ini, rupanya anggota DPR masih membangun koalisi lain yakni koalisi korupsi.
Dan koalisi korupsi, katanya, lebih luwes dibandingkan dengan KMP dan KIH.
"Mereka bisa melepaskan baju fraksi sekadar menghayati solidaritas korupsi. Kasus terakhir adalah operasi tangkap tangan KPK terhadap politisi dari Fraksi PDIP, Damayanti Wisnu Putranti yang kemungkinan menyeret politisi dari fraksi lain," ujar Lucius di Jakarta, Selasa (19/1).
Menurut Lucius, koalisi korupsi ini merupakan salah satu kharakter korupsi politik. Korupsi dalam dunia politik umumnya ditandai oleh sistemiknya cara kerja pelaku.
Korupsi sistemik hampir pasti melibatkan lebih dari satu orang dan juga ditandai oleh partisipasi kelompok politik seperti partai.
"Koalis korupsi kelihatan jelas melalui kecenderungan DPR untuk solider membela lembaganya bahkan ketika anggota lembaga tersebut sudah terbukti melakukan korupsi," tandas dia.
KPK Ganggu
Kemudian, dia mengatakan, tak mengherankan sebagai respons atas penggeledahan terhadap ruangan anggota PKS yang diprotes Fahri Hamzah, DPR kebanyakan bersikap sama dengan Fahri yang mempersoalkan.
KPK, kata dia, dianggap sebagai pengganggu koalisi korupsi dengan menyasar lebih dari satu anggota DPR.
"Kekompakan anggota DPR menyerang KPK sekaligus menunjukkan solidaritas anggota DPR untuk membela sesama korps," ungkap Lucius.
Lebih lanjut, kata dia, solidaritas anggota DPR ini juga mengonfirmasi kecenderungan praktik korupsi yang diduga dilakukan Wisnu Putranti menjadi praktik berjemaah yang sangat mungkin melibatkan banyak orang dan juga beberapa partai.
KPK harus berjuang untuk bisa memutus rangkaian praktek busuk korupsi berjemaah ini.
"KPK harus berani membongkar keterlibatan orang atau kelompok dan partai. Karena bukan tanpa alasan jika DPR bereaksi serupa terhadap penyidikan yang dilakukan KPK usai penangkapan Wisnu Putranti," pungkas dia.
Lucius yakin bahwa kasus OTT Damayanti nampaknya masih akan berkembang dengan tambahan tersangka baru. Indikasinya, ketika KPK menggeledah ruang kerja anggota Komisi V dari FPG dan FPKS.
"Menarik bahwa DPR periode 2014-2019 ini sejak tahun pertama bekerja sudah menyumbang koruptor baru. Pada tahun 2015 sudah ada 3 orang anggota DPR yang terbukti melakukan korupsi. Mengawali tahun 2016 DPR mempersembahkan lagi kasus korupsi baru. Itu artinya DPR menjadi lembaga yang rutin dan konsisten menyumbang koruptor," tandas Lucius. (sp)