
Nusanews.com - Rombongan Ketua Rukun Warga (RW) dan Rukun Tangga (RT) se-Jakarta menggeruduk DPRD DKI Jakarta. Mereka menuntut legislator DKI menindaklanjuti keluhan pengurus warga tentang kebijakan mengharuskan RT/RW melaporkan kinerja ke aplikasi Qlue.
Sejauh ini, jajaran RT/RW di DKI merasa keberatan dengan diharuskannya melaporkan kinerja ke aplikasi tersebut. Sebab, selain merepotkan lantaran tidak semua pengurus mengerti pengoperasian aplikasi berbasis telepon pintar, mereka merasa terhina karena kebijakan tersebut.
"Kita disuruh setor foto baru dapat uang operasional 900 ribu, kalau gak buat laporan gak dapat uang operasional, satu foto 10 ribu emang kita fotografer amatiran," ujar Mahmud Bujang Ketua RW 1 Kelurahan Pinang Ranti, Jakarta Timur di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis (26/05/2016).
Dalam kebijakan yang diatur dalam SK Gubernur tersebut setiap RT diwajibkan menyampaikan laporan hasil kinerja satu hari sebanyak tiga kali. Dengan perhitungan per laporan Rp10 ribu, dalam sebulan bagi RT produktif dapat mengantongi uang operasional dari Kelurahan sebanyak Rp900 ribu.
Namun pada nyatanya menurut keterangan RT/RW mekanisme tersebut terlalu merepotkan dan memberatkan. Selain tidak semua laporan kerja tersebut bisa diterima di aplikasi Qlue tersebut, terkadang terjadi duplikasi laporan yang sampai ke Qlue. Pasalnya bukan tidak mungkin RT dan RW melaporkan objek sama dalam satu masalah di lingkungan.
Terlebih, sebelum adanya kebijakan untuk melaporkan hasil kinerja ke aplikasi tersebut, para RT/RW hanya diwajibkan melaporkan uang opersional kepada Kelurahan per tiga bulan sekali. Kendati jumlah uang operasional tersebut lebih kecil.
"Kalau Qlue tersebut masih berlaku kita seluruh RW dan RT yang ada di Kelurahan Pinang Ranti akan menyerahkan stempel ke Kelurahan. Kita ramai-ramai mundur," ujar Bujang setengah berteriak.
"Kalau ini masih berlaku terus kami RT dan RW se-DKI akan bubar," sambut pengurus warga lainnya kembali berteriak. (rn)