logo
×

Senin, 06 Juni 2016

Apa kabar Hancurnya 10 Juta Hektar Hutan di Indonesia

Apa kabar Hancurnya 10 Juta Hektar Hutan di Indonesia

Nusanews.com - Setiap tanggal 5 Juni, masyarakat dunia memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Peringatan ini dimulai pada  1971, sebagai tindak lanjut konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang lingkungan hidup pada 5-7 Juni 1970 yang digelar untuk mengajak semua orang sungguh peduli pada lingkungan hidup.

Konferensi PBB tahun 1970 itu didasari oleh keprihatinan  makin rusaknya lingkungan hidup saat itu. Namun, faktanya, setelah 46 tahun berlalu, kondisi lingkungan hidup bukannya semakin baik. Bahkan, kondisi itu menjadi lebih buruk, termasuk di Indonesia dan khususnya di Jakarta.

Di Indonesia, kehancuran lingkungan semakin dirasakan dengan hancurnya hutan-hutan tropis yang merupakan paru-paru dunia. Menurut data dari Pengamat masalah Kehutanan (Forest Watch) Indonesia, sampai tahun 2000-an ada sekitar 10 juta hektar hutan di Indonesia hancur.

Ada pula yang berganti wajah menjadi perkebunan monokultur. Kehancuran ini juga tampak jelas dalam pengusahaan tambang yang tidak memperdulikan perbaikan lingkungan.

Kondisi laut di Indonesia pun, di banyak tempat sangat memprihatinkan. Bukan hanya karena hancurnya terumbu karang, tetapi juga karena polusi laut oleh sampah-sampah yang  bertaburan merusak kehidupan laut dan akhirnya merugikan kita semua. Gambar kehancuran itu masih bisa diperpanjang lagi.

Di Jakarta, wajah lingkungan tak kalah muram. Ada tiga jenis polusi yang merusak Jakarta. Polusi udara terjadi karena jumlah kendaran bermotor yang tidak terkontrol, selain karena polusi dari pabrik-pabrik di sekitar Jakarta.

Menurut data Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, sampai tahun 2014 ada 13 juta sepeda motor dan 4,5 juta mobil di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Selain itu, yang juga sangat terasa adalah polusi air.

Polusi air tanah tidak hanya terjadi oleh bakteri coli dari septic tank yang  tidak terkelola baik, tetapi juga oleh perembesan air laut ke dalam lapisan tanah yang makin meluas karena penyedotan air tanah secara berlebihan.

Polusi air ini pun makin jelas dengan kotornya sungai-sungai di Jakarta oleh sampah, khususnya sampah plastik dan styrofoam. Tidak ada satu pun dari ketiga belas sungai yang mengalir di Jakarta bisa dikatakan bersih. Sampah plastik dan styrofoam itu pula yang menjadi sumber polusi tanah karena plastik dan styrofoam membutuhkan waktu ratusan tahun untuk bisa hancur.

Perlu diketahui bahwa dari 8.000 ton sampah yang dihasilkan penduduk Jakarta setiap harinya, kira-kira 1.000 ton a dalah sampah plastik dan styrofoam.

Jika demikian, apa yang perlu dilakukan? "Tidak bisa tidak, kita harus makin mewujudkan kepedulian dalam gerakan-gerakan nyata. Gerakan yang perlu dirintis seperti  gerakan mengurangi pemakaian plastik dan styrofoam perlu terus dikembangkan. Demikian juga seperti gerakan-gerakan lain seperti gerakan menghemat air dan enerji,”  kata Uskup Keusukupan Agung Jakarta, Ignatius Suharyo dalam surat gembala, yang dibacakan di gereja-gereja Katolik, Minggu (5/6).

Di bagian lain, Ignatius Suarhyo pun menganjurkan di kompleks gereja-gereja, sekolah, biara dan rumah yang halamannya cukup luas dibuat sumur resapan untuk memanen air hujan dan mengurangi  genangan air.

"Mari kita terus menjaga ibu bumi, rahim kehidupan,” ajaknya sembari berharap gerakan peduli lingkungan hidup terus berlanjut dan berkembang  serta mendorong terbentuknya habitus umat di Keuskupan Agung, Jakarta. (rm)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: