logo
×

Kamis, 02 Juni 2016

Jendral Kivlan Tak Mungkin Asal Bunyi

Jendral Kivlan Tak Mungkin Asal Bunyi

Nusanews.com - Ketakutan sejumlah pihak dengan kebangkitan PKI makin akut saja. Kemarin, Mayjen (purn) Kivlan Zen bilang, PKI telah bangkit dan segera mendeklarasikan diri. Menanggapi ini, Menkopolhukam Luhut Panjaitan meminta Kivlan segera melapor untuk menyampaikan bukti omongannya itu.

Omongan ini diungkap Kivlan di hari pertama simposium tandingan tragedi 1965 yang digelar di Balai Kartini, Jakarta. Sejumlah tokoh dan pembicara hadir dalam pertemuan ini. Antara lain, eks Wapres Try Sutrisno, pimpinan MUI Cholil Ridwan, Ketua FPI Habib Rizieq dan Wakil Ketua DPRD DKI Abraham "Lulung" Lunggana. Di kursi undangan juga terlihat tokoh ormas dan Gubernur Lemhanas Letjen (purn) Agus Widjojo.

Simposium "anti-PKI" ini bertajuk "Mengamankan Pancasila dari Ancaman Kebangkitan PKI dan Ideologi Lain". Ada 49 ormas agama dan pemuda yang mendukung simposium ini, antara lain FUI, Ansor, NU, MUI, FKPPI, dan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia.

Acara dimulai pukul 9 pagi. Sedianya dibuka oleh Menhan Ryamizard Ryacudu. Sayang, Menhan batal hadir karena harus menemani Presiden Jokowi ke Bandung. Acara pun dibuka Try Sutrisno yang sekaligus menyampaikan pidato kunci.

Sebenarnya, panitia mengundang tokoh-tokoh penting seperti Letjen (purn) Sintong Panjaitan dan Hasyim Muzadi sebagai pembicara. Sayang banyak tokoh tak hadir yang menurut panitia karena undangan yang mendadak. Meski begitu, di luar gedung berjejer karangan bunga ucapan selamat dari para tokoh. Satu di antaranya datang dari eks Kepala BIN AM Hendropriyono.

Acara dibagi dua sesi pagi dan siang dengan dua topik berbeda. Yakni, PKI dari aspek ideologis dan PKI dalam aspek sejarah. Di tiap sesi keluar kritikan terhadap acara-acara yang dinilai "memberi angin" kepada PKI.

Seperti yang disampaikan Try Sutrisno dalam pidatonya. Mertua Menhan Ryamizard ini mengritik digelarnya mahkamah internasional 1965 di Den Haag, Belanda, dan Simposium Tragedi 1965 di Hotel Aryaduta, Jakarta. Dia menilai, dua gelaran itu memberi angin segar kepada PKI. Yang bikin dia heran munculnya tuntutan negara meminta maaf. Padahal, lanjut dia, saat ini negara telah menerima PKI sebagai warga negara biasa. Padahal yang lebih dulu jadi korban adalah negara. "Jika kita minta maaf maka kita mengabsahkan makar. Kita menolaknya dengan tegas," kata Try, yang disambut tepuk tangan hadirin.

Nah di sela-sela sesi itu Kivlan mengeluarkan pernyataan soal kebangkitan PKI. Eks Kepala Kostrad itu mengungkapkan, dua minggu lalu sudah ada partai yang menamakan dirinya sebagai PKI, dan bermarkas di Jalan Kramat Raya. Partai ini sudah membentuk struktur partai mulai tingkat pusat sampai desa. "Pimpinannya bernama Wahyu Setiadji. Mereka sudah siap dengan 15 juta pendukungnya," kata Kivlan.

Yang lebih mengagetkan, Kivlan menyebut, partai ini akan segera mendeklarasikan diri dalam waktu dekat. Kira-kira pada 2017. "Mereka akan memproklamirkan ketika negara meminta maaf kepada mereka," ujarnya.

Dia menyebut, deklarasi ini sebagai perwujudan omongan dedengkot PKI DN Aidit pada 29 September 1965. "Dia (Aidit) bilang PKI akan kembali lagi kalau sudah kuat," tuntas prajurit angkatan 71 itu.

Omongan Kivlan ini bikin Menkopolhukam Luhut Panjaitan kaget. Dia pun meminta Kivlan untuk segera melapor kepadanya jika memiliki informasi soal kebangkitan PKI itu. "Laporkan tempatnya di mana nanti kita siap menindaklanjuti," kata Luhut di Jakarta, kemarin.

Luhut mengaku meski punya banyak "mata dan telinga", sama sekali belum mengetahui informasi tersebut. "BIN juga belum dapat informasi itu," ujarnya.

Dalam penyelesaian dugaan pelanggaran HAM di masa lalu itu, suara di pemerintah memang tidak kompak. Yang paling kentara berbeda adalah sikap Menko Luhut dan Menhan Ryamizard. Luhut adalah angkatan militer tahun 1970 ada pun Ryamizard 4 tahun setelahnya.

Soal perbedaan sikap di tubuh purnawirawan dalam menyikapi Simposium Tragedi 1965 itu, Ketua Simposiun "Anti-PKI" Letjen Kiki Syahnakri mengakui ada perbedaan. "Purnawirawan kan juga manusia, wajar dong kalau ada yang punya pendapat berbeda," ujar Kiki, di Balai Kartini, kemarin.

Meski ada perbedaan, Kiki memastikan hampir 100 persen purnawirawan TNI satu suara menolak rekomendasi Simposium Aryaduta. Sebelumnya Luhut menyampaikan pagelaran Simposium 1965 sebagai usaha pemerintah meluruskan semua prasangka atas kejadian kelam masa lalu agar isu ini tak berlanjut ke generasi mendatang. *** (rmol)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: