
Nusanews.com - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mengancam akan langsung menggugat RUU Tax Amnesty setelah disahkan menjadi undang-undang oleh DPR. Gugatan dilakukan dalam bentuk judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
" FITRA menolak RUU Tax Amnesty. Kami segera melakukan judicial review terhadap UU Tax Amnesty setelah disahkan,” ujar Sekertaris Jenderal (Sekjen) FITRA Yenny Sucipto, di Jakarta, Selasa (28/6/2016).
FITRA juga mempersoalkan target pendapatan pajak di APBNP 2016 dari penerapan UU Tax Amnesty sebesar Rp165 triliun.
Menurut Yenny, RUU Tax Amnesty dan target pendapatan pajak Rp165 triliun menyertainya bertentangan dengan konstitusi APBN sesuai UUD 1945.
"Republik ini telah tunduk kepada pemodal dan konglomerat pengemplang pajak. Ini terjadi jika DPR hari ini mengesahkan RUU Tax Amnesty. Tanpa sosialisasi, ketentuan ini menjadi infrastruktur pemungutan, dan dasar hukum atas asumsi target pendapatan Rp165 Triliun dalam APBN-P," tegas Yenny. Bagaimana mungkin, lanjut dia, dalam kurun waktu 24 jam sebuah undang-undang akan langsung menjadi dasar pemungutan pendapatan negara.
"Secara substansi, RUU Tax Amnesty bertentangan dengan UUD 1945 yaitu prinsip pemungutan pajak yang memaksa, sedangkan tax amnesty mengampuni. Dengan memasukkan prinsip memaksa, maka seharusnya negara berani menaikkan tarif pengampunan 25-35 % sehingga dapat berpengaruh signifikan terhadap APBN," tegas Yenny.
Kedua, menurutnya, dampak Tax Amnesty juga bertolak belakang dengan prinsip redistribusi anggaran dan ekonomi.
"Sebab, dengan Tax Amnesty, yang masuk ke APBN kecil, sedangkan ribuan triliun lainya kembali kepada konglomerat yang akan dominan menguasai sistem perekonomian Indonesia," ujar dia.
Penerapan UU Tax Amnesty akan memperlebar ketimpangan kesejahteraan ekonomi Keadilan ekonomi juga tidak akan tercapai.
:Kemakmuran yang dicita-citakan sesuai UUD 1945 dan Pancasila semakin utopis dengan tax amnesty,” ujar dia.
Selain itu, lanjut dia, karena terburu-buru, tidak ada partisipasi publik, belum ada sosialisasi dan instrumen pemungutan maka Tax Amnesty diyakini akan gagal seperti era orde lama.
Menurut Yenny, UU Tax Amnesty akan menjadi karpet merah bagi kekuatan modal yang mengkooptasi instrumen politik guna membuat kebijakan pro pengemplang pajak.
Yenny mempertanyakan hitung-hitungan target pendapatan pajak Rp 165 triliun, yang diklaim bakal didapat negara setelah penerapan UU Tax Amnesty.
"Ini disengaja, seolah-olahdapat menyelamatkan APBN," tandas dia.
Padahal, kata dia, dengan obral tarif pengampunan hanya 2-3% maka hanya akan ada pemasukan Rp 59 triliun bagi ngara. Ditambah lagi, saat ini belum ada lembaga pemungutan di bawah presiden yang bisa dibentuk dalam waktu singkat. (ts)