
Nusanews.com - Langkah Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menggugat UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK) dikritik anggota DPR.
Anggota DPR RI dari Fraksi PPP Ahmad Baidowi mengatakan, tindakan Ahok yang menggugat UU Pilkada ke MK lantaran dirinya enggan mengambil cuti kampanye pada Pilkada 2017 merupakan tindakan keliru.
Baidowi menjelaskan, UU Pilkada merupakan aturan yang berlaku umum tidak hanya dikhususkan untuk DKI Jakarta.
"Aturan UU berlaku umum jadi tidak hanya di DKI berlaku tetapi berlaku kepada semua daerah yang akan mengadakan Pilkada," ujar Baidowi saat dihubungi TeropongSenayan, Selasa (2/8/2016).
Lanjut anggota DPR RI yang baru dilantik itu, jika seluruh kepala daerah memiliki pemikiran yang sama seperti Ahok maka akan kacau negara.
Untuk itu, ia meminta agar ada penjadwalan yang pasti antara tugas pejabat publik dan sebagai calon gubernur.
"Pembahasan angaran itu kan bisa dilakukan sebelumnya, ada selah-selah waktu. Tidak mungkin meninggalkan tugasnya, apalagi masa kampaenye itu panjang. Bayangkan kalau berpikir semua kaya Ahok bisa kacau," tandasnya.
Sebelumnya, Ahok sudah mengajukan gugatan UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam satu pasal di UU Pilkada dinyatakan bahwa petahana atau calon gubernur yang masih menjabat diwajibkan cuti di masa kampanye.
"Saya hari ini sudah tanda tangan dan mau masukkan ke MK untuk judicial review, bukan menghilangkan pasal. Orang kan curiga, takutnya kalau kita petahana sambil kampanye bolak-balik manfaatkan cuti. Saya katakan, saya bukan minta hapus itu, saya cuma minta seandainya saya ingin menjaga APBD, saya rela tidak kampanye deh, asal saya tidak cuti. Seharusnya kan boleh kan," ujar Ahok di Balai Kota, Selasa (2/8/2016).
Ahok mengatakan, pihaknya mengajukan hal tersebut karena pemilihan gubernur (Pilgub) kali ini bertepatan dengan penyusunan anggaran. Dengan demikian, katanya, apabila kepala daerah ada yang lebih mementingkan susun anggaran daripada kampanye, seharusnya jangan dipaksakan untuk cuti.
"Jabatan saya kan belum berakhir. Sekarang kalau saya cuti, dipaksa cuti gitu ya dengan alasan kampanye, nanti anggaran ini siapa yang mengurus. Kita tahu, anggaran DKI begitu berbahaya sampai Rp 70 triliun. Terus setelah saya timbang-timbang, ini tidak bisa diatur dengan baik, saya masih curiga. Saya putuskan saya tidak mau kampanye, masa saya harus dipaksa cuti?," tukasnya. (ts)