
Nusanews.com - Perkembangan ekonomi global masih menjadi momok yang menakutkan bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Istilahnya ngeri-ngeri sedap.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati (SMI), mengatakan, diberikannya tambahan stimulus kepada Bank Sentral Cina, menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Cina terus melemah.
Ditambah lagi, lanjut Ani, sapaan akrab Sri Mulyani, tersiar kabar jika Brexit pada pertengahan Juni lalu, menimbulkan tambahan risiko di Uni Eropa dan negara Eropa lainnya.
Hal ini tentu memberikan pengaruh ke pertumbuhan ekonomi dan harga komoditas dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2016. "Perdagangan dunia masih melemah, sistemik dan fundamental. Pemulihan dan perekonomian dunia dari sisi perdagangan dunia tidak secepat pertumbuhan ekonomi itu sendiri," kata SMI di Gedung Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (16/8/2016).
Hal ini, kata Ani, akan terlihat dari angka dalam statistik dalam negeri misalnya terjadi kontraksi ekspor impor yang sudah jelas akan memberi pengaruh ke pajak bea masuk. "APBN 2016, direvisi Rp 219 triliun lebih rendah dari di APBN-P 2016," kata dia.
Ani menjelaskan hal ini disinyalir terjadi akibat pelaku ekonomi menurun dari sisi pendapatan dan harga komoditas yang terlihat dari pendapatan terutama perusahaan besar dan berpengaruh langsung ke penerimaan pajak.
Maka itu, dengan adanya tax amnesty diharapkan bisa mengurangi sedikit risiko pelemahan ekonomi maupun over estimasi penerimaan perpajakan di APBNP. "Itulah sebabnya kami koreksi," tandas dia. (il)