
IDNUSA - Bekas Ketua Mahkamah Konstitusi ini keukeuh dengan vonis yang diterbitkan lembaganya terkait nasib komisioner Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya). KIP merupakan sebutan lain bagi KPUD, khusus di Aceh.
Seperti diketahui, DKPP memberhentikan sementara seluruh komisioner KIP Abdya pada Jum’at (20/1) lalu. Seluruh komisioner KIP Abdya dinyatakan terbukti bersalah menerima pendaftaran pasangan calon (paslon) bupati dan wakil bupati dari Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) yang dianggapnya belum memenuhi persyaratan.
"Orang nggak memenuhi syarat kok disahkan," tegas Ketua DKPP Jimly Ashhiddiqie kepada Rakyat Merdeka.
Lantas bagaimana dengan nasib pilkada serentak yang sudah di depan mata, jika seluruh komisioner diberhentikan? Berikut penuturan Jimly;
Tiga komisioner KIP Aceh Barat Daya itu sampai kapan diberhentikan?
Sampai dikoreksi. Kalau nggak dikoreksi ya sudah pecat tetap.
Apa salah mereka, sampai dapat sanksi pemecatan?
Pokoknya dia karena pelanggaran dan keliru yang diputuskannya, ya kita perintahkan untuk dikoreksi. Orang nggak memenuhi syarat kok disahkan.
Apa sudah pernah diberi teguran atau peringatan sebelumnya?
Sudah. Tidak nurut perintah atasannya sendiri.
Atasan di level mana itu?
KPU-RIsudah perintah, KIP Aceh sudah. Dia masih ngotot, merasa benar gitu. Nah ya sudah kita beri peringatan keras dan dipecat sementara.
Sampai berapa lama batas waktu yang diberikan untuk koreksi?
Itu segera. Disebut di situ dalam tujuh hari sudah harus selesai. Sehingga dia bisa bekerja lagi kalau sudah dipulihkan oleh atasannya.
Informasinya sudah dua kali diberi peringatan oleh DKPP. Apa itu betul?
Oh iya. Dulu sebelumnya sudah juga. Kok ini sekali...
Maksud Anda?
Di situ jumlah calonnya palingbanyak se-Indonesia. Semua dilayani, calon independennya banyak banget, kayak ya indikasinya dipengaruhi oleh massa, gitu.
Belakangan, paslon yang dicoret dan pendukungnya marah besar dan melakukan demonstrasi di sana. Itu bagaimana?
Ya itu dia. Kita nggak peduli. Memangnya negara ini milik nenek moyangnya. Nggak bisa, nggak boleh.
Tapi putusan pemecatannya sudah dekat sekali dengan hari H pencoblosan pilkada. Anda tidak khawatir nanti malah mengganggu..
Ya ini kan masalahnya kita harus mempertimbangkan Pilkada ini harus segera. Sudah di depan mata, kalau dipecat sekarang gantinya juga belum tentu lebih baik.
Apalagi itu sudah masa terakhir, masanya sudah mau habis. Sudah dia kerja saja dulu baik-baik, tapi koreksi itu keputusan yang salah.
Kalau tidak?
Ya diberhentikan seterusnya.
Lalu, bagaimana mengenai logistik?
Diambil alih oleh KIP Provinsi. Segera itu mereka laksanakan.
Kalau kertas suara sudah dicetak, apakah harus dikoreksi lagi pasangan calon-nya?
Dikoreksi... Dikoreksi.
Bagaimana caranya?
Ya artinya kalau sudah surat suaranya itu (dicetak) diumumkan saja bahwa itu dicoret.
Kasus yang sama dengan Aceh Barat Daya ini apa juga pernah terjadi di tempat lain?
Ya ada. Tapi belum dicetak.
Di mana itu?
Di Gorontalo, ada itu yang diputus oleh Mahkamah Agung. Dicoret. Tapi itu langsung segera setelah putusan langsung dicetak. Sekarang sudah mulai pencetakan.
Jadi ini termasuk paling parah dong?
Ndak juga. Yang lain-lain juga ada. Cuma kasus Aceh Barat Daya itu terlalu banyak sekali calon-nya.
Catatan Anda, tren pelanggaran yang dilakukan penyelenggara pemilu naik nggak?
Nggak naik, menurunlah. Cuma ya masih ada.
Terakhir, catatan penting anda untuk penyelenggara Pemilu yang belakangan banyak ditemukan masalah?
Ya. Ini menjadi pelajaran. Pokoknya ikuti aturan main. *** (rmol)