logo
×

Jumat, 13 Januari 2017

Tiga Saksi Pelapor yang Dicecar Tim Ahok, dari Fitsa Hats Sampai Masa Lalu

Tiga Saksi Pelapor yang Dicecar Tim Ahok, dari Fitsa Hats Sampai Masa Lalu

NUSANEWS -  Tim kuasa hukum terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyecar saksi pelapor terkait kasus penistaan agama. Saksi-saksi dipertanyakan soal kebenaran BAP hingga latar belakang pelapor.

Dalam keterangan kemarin di Rumah Lembang, tim penasihat hukum Ahok, Edi Danggur mengaku telah melakukan investigasi latar belakang para saksi pelapor dalam sidang kelima.

Berdasarkan catatan Republika.co.id, setidaknya ada tiga saksi pelapor yang banyak dicecar tim Ahok di media. Berikut saksi-saksi pelapor tersebut.

Novel Dicecar Soal Fitsa Hats
Tim kuasa hukum terdakwa kasus dugaaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok,  Humprey Djemat menilai kredibilitas saksi pemberat Novel Chaidir Hasan Bamukmin atau Habib Novel perlu dipertanyakan. Pasalnya, Habib Novel menyampaikan kebohongan ihwal riwayat hidupnya.

Di dalam riwayat hidupnya, Habib Novel yang pernah bekerja di Pizza Hut, menuliskan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) bahwa ia bekerja di Fitsa Hats. Menurut Humprey, hal tersebut mengindikasikan ketidakjujuran.
"Ini soal kecil, tapi menunjukkan saksi ini tidak jujur sebenarnya. Ini salah," kata di Rumah Lembang, Menteng, Jakarta, Rabu (4/1).

Menurut Humphrey, Novel malu mengakui pernah bekerja di perusahaan asal Amerika itu, sehingga mengubah nama Pizza Hut.

Menanggapi hal tersebut, Sekjen DPP Front Pembela Islam (FPI), Habib Novel Bamukmin mengakui bahwa dirinya pernah bekerja di perusahaan waralaba asal Amerika Serikat, Pizza Hut.

"Iya benar saya pernah kerja di Pizza Hut," ujar pria bernama lengkap Habib Novel Chaidir Hasan tersebut kepada wartawan, Rabu (4/1).

Novel mengatakan, berkaitan dengan kesalahan penulisan Pizza Hut menjadi 'Fitsa Hats' di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) itu merupakan kesalahan dari pihak kepolisian saat mengetik BAP tersebut.

Tim Ahok Pertanyakan Laporan Pedri Kasman
Kuasa hukum Basuki Tjahja Purnama atau Ahok, Humphrey Djemat mempersoalkan laporan dari saksi pelapor Pedri Kasman. Hal itu diungkapkan Humphrey saat Pedri menjadi saksi dalam sidang lanjutan dugaan penistaaan agama oleh Ahok.

Humphrey menjelaskan, dalam laporan awal pada 7 Oktober 2016, Pedri melaporkan kalimat 'dibohongi oleh Al-Maidah'. Namun, berbeda dengan berita acara Pedri pada 17 November 2016 yaitu 'dibohongi pakai Al-Maidah'.

"Itu kita persoalkan mengapa itu berbeda," ujar Humphrey, di lokasi sidang, di Auditorium Kementan, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (10/1).

Humphrey menduga, Pedri menggunakan video yang sudah edit untuk menjadi bahan laporan. Video tersebut diduga hasil editan dari Buni Yani. Kendati demikian, lanjut Humphrey, Pedri tidak mengakui bahwa video tersebut dari Buni Yani. Namun Pedri mengakui mengenal dengan Buni Yani.

"Dia mengakui kenal Buni Yani setelah berita acara. Akhirnya Pedri mengakui pernah datang ke Pemuda Muhammadiyah," kata Humphrey. Untuk diketahui, Pedri Kasman merupakan salah satu dari lima saksi pelapor. Pedri merupakan Sekretaris Pemuda Muhammadiyah.

Tim Ahok Cecar Latar Belakang Irena Handono
Tim pengacara Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tak puas hanya menyecar saksi pelapor Ahok, Irena Handono di persidangan. Mereka juga mengklaim telah menginvestigasi latar belakang Irena.

Tim penasihat hukum terdakwa kasus dugaaan penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, Edi Danggur mengaku telah melakukan investigasi latar belakang para saksi pelapor dalam sidang kelima kasus dugaan penodaan agama yang menjerat kliennya. Salah satunya adalah saksi pelapor Irena Handono.

"Contoh Irena. Kami dapat dari berita acara pemeriksaan (BAP) dari Irena, langsung kami search cerita di internet tentang dia. Tapi ya tidak bisa dipercaya begitu saja. Jadinya, di-compare dengan bukti lain, kami ke Bandung, kan dia terangin kuliah di situ," kata Edi di Rumah Lembang, Menteng, Jakarta Pusat,  Kamis (12/1).

Tim penasihat hukum Ahok pun melakukan investigasi untuk mencari kebenaran dengan mencari salah satu biarawati, tempat Irena bersekolah seperti di dalam BAP.  "Kami cari biarawati, ada dua biarawati. Hasil investigasi kami, hal 1 BAP pendidikan terakhir dia D3, hal 2 lulusan Institusi Filsafat Teologi Bandung. Dari dosen sana bilang Institut Filsafat Teologi Bandung tidak ada. Kampus itu sejak beberapa tahun lalu dihapus dan menyatu dengan Unpar, " jelas Edi.

Kedua, sambung Edi, Irena menuliskan lulusan Diploma 3 pada 1975, sementara di Indonesia D3 baru dibuat pada 1980. "Saya dapat dari dosen di sana hanya ada BA tiga tahun dan Dra untuk wanita," ucapnya.

Tim investigasi juga mengunjungi salah satu teman biarawati Irena yang menyebut tidak mungkin ia mendapatkan gelar D3. Pasalnya, Irena hanya menjalani masa perkuliahan sekitar lima sampai enam bulan.

Sekolah itu khusus untuk calon pastor, imam, biarawati. Ia dikeluarkan tidak berhak sekolah lagi di situ (karena tidak lolos tes kesehatan). Tetapi di sidang ketika kami tanyakan tentang masuk sekolah itu pada 1974 dia bilang tiidak, dia bilang 1972. Lagi-lagi berbohong, padahal kami dapat bukti dari dua suster, dia bilang senior Irena yang masuk 1973 kan tidak mungkin lebih lama," kata Edi.

Edi melanjutkan ceritanya, lantaran tidak diterima dan dikeluarkan akhirnya Irena melanjutkan kuliah di Universitas Atmajaya Jakarta. Namun, lagi-lagi tidak selesai, Irena memilih untuk menikah dengan kakak kelasnya.

"Nah, pas ditanya di BAP, apakah pernah menikah dia bilang ya menikah dengan Muhammad Mansyur Amin meninggal 2010 lalu tanpa anak. Dia tidak menceritakan kenyataan yang sebenarnya. Padahal, dari keterangan suster, Dia sudah men‎ikah dengan kakak kelasnya Maxi, jelas ini dia membohongi tidak mengungkapkan diri secara benar dan jujur," tegas Edi. (rol)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: