IDNUSA, JAKARTA - Komisi III DPR RI menerima audiensi LSM Jaringan Kerakyatan Lampung, Senin (3/4/2017). Mereka membahas dugaan tindakan asusila yang dilakukan gubernur Lampung saat ini Ridho Ficardo terhadap salah seorang perempuan bernama Shinta Maryati.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Desmond J Mahesa yang memimpin audiensi tersebut mempertanyakan maksud dan tujuan LSM tersebut melaporkan kasus tersebut ke Komisi III.
"Kasus ini pernah dilaporkan pengacara Shinta ke Komisi III. Dan, Komisi III menindaklanjuti laporan pengacara Shinta. Saat itu, kami berkirim surat ke gubernur Lampung sampai berkali-kali, tapi tak pernah digubris. Akhirnya, kami berkirim surat ke Kapolri untuk paksa gubernur Lampung hadir kesini (Komisi III)," tandas Desmond membuka rapat audiensi diruang rapat Komisi III Kompleks Parlemen Jakarta, Senin (03/04/2017).
"Tapi saat kami berkirim surat ke Kapolri, tiba-tiba pengacara Shinta mencabut laporan ke kami. Kami duga ada gerilya gubernur Lampung untuk mencabut laporan. Maksud saya, apakah kalian (LSM Jaringan Kerakyatan Lampung) juga akan melakukan hal serupa? Ini penting, agar tak main-main dengan laporan. Nanti kita dituduh macam-macam kalau tidak serius," papar Desmond.
Menanggapi hal tersebut, Anggota LSM Jaringan Kerakyatan Lampung Rahmat Husein menegaskan, kedatangan pihaknya ke Komisi III justru ingin kasus tersebut terus diusut sampai tuntas. Bahkan mereka mengaku berani melakukan sumpah pocong.
"Soal konsistensi kami, saya kira tidak ada ukuran yang bisa saya jawab disini. Tapi kalau misalnya forum ini menyediakan ada sumpah pocong, kami mau melakukan itu. Artinya Jaringan Kerakyatan beda dengan Shinta yang telah mencabut laporannya di Komisi III," tandas Rahmat diruang rapat Komisi III Kompleks Parlemen Jakarta.
Rahmat mengungkapkan alasan pihaknya datang ke Komisi III, karena menganggap bahwa apa yang dilakukan Ridho Ficardo menyalahi etika sebagai pejabat negara. Sebagai Gubernur, Ridho dinilai tidak pantas melakukan hal tersebut.
"Kenapa kami harus sampai ke Komisi III? Karena kami menganggap seorang kepala daerah berbeda dengan saya misalnya yang orang biasa. Kepala daerah ada batasan-batasan dan aturan-aturan, ada UU nomor 23 tahun 2014 pasal 78 yang menyebut bahwa kepala daerah dilarang melakukan perbuatan tercela. Nah dalam konteks itu, pasca kegaduhan yang dibuat oleh Shinta, kami juga banyak menerima dan mendapat bukti-bukti tentang perbuatan tercela yang dilakukan oleh Gubernur Ridho dan Shinta Mariyati itu," ungkap dia. (ts)