logo
×

Kamis, 27 April 2017

Ngeri, Ini Video Detik-detik Eksekusi Asrama Mahasiswa Latimojong

Ngeri, Ini Video Detik-detik Eksekusi Asrama Mahasiswa Latimojong

IDNUSA, BOGOR - Meski Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan (Sulsel) telah mengajukan Peninjauan Kembali (PK), eksekusi asrama mahasiswa Latimojong di Kota Bogor tetap dilaksanakan, Kamis (27/4/2017).

Ratusan aparat kepolisian dan TNI mengepung asrama mahasiswa Latimojong dan menghalau para mahasiswa yang berusaha menghalangi proses eksekusi.

Meski kalah jumlah, mahasiswa tetap bertahan di dalam asrama. Akibatnya, polisi menghalau mahasiswa dengan tembakan water canon dari jarak yang sangat dekat.

Para mahasiswa jatuh bangun mempertahankan plang asrama mahasiswa Latimojong yang dirobohkan aparat dengan menggunakan tembakan water canon.

“Pak polisi pak polisi, hentikan. Tolong hentikan,” teriak mahasiswa sambil berusaha mempertahankan plang agar tidak roboh.

Namun permintaan para mahasiswa tak digubris aparat. Mereka terus menembakkan water canon hingga plang benar-benar rubuh.



Sebelumnya, Pemprov Sulsel telah mengajukan upaya hukum luar biasa atau peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Upaya itu dilakukan menyusul surat perintah eksekusi dari Pengadilan Negeri (PN) Bogor atas Wisma Mahasiswa Latimojong Sulsel di Jalan Dr Semeru No 27, Kota Bogor.

Kepada wartawan, Biro Hukum Pemprov Sulsel Abdi Tofan, mengatakan, sejumlah cara sudah dilakukan pihaknya agar masalah sengketa kepemilikan wisma tersebut tidak merugikan 20 mahasiswa asal Sulsel yang tinggal di dalamnya.

“Kita masih menunggu pimpinan YIC Al Ghazaly untuk membahas masalah ini. Karena mereka mengantongi sertifikat kepemilikan wisma yang informasinya sudah dijual ahli waris pemilik wisma kepada mereka,” ujarnya.

Pemprov kata dia, juga belum menerima surat eksekusi dari PN Bogor. Pihaknya baru mengetahui itu dari mahasiswa yang menetap di asrama. Dijelaskan Abdi, wisma tersebut sedianya berdiri diatas tanah milik RFA Ondaatje

“Jadi RFA Ondaatje ini namanya selalu disingkat-singkat, ternyata setelah kita pelajari nama R itu adalah Rudolf, bukan Rudy. Kenyataannya yang kita lihat di dalam sertifikat Al Ghazaly menggunakan nama Rudy dan menjualnya ke Al Ghazaly. Pada waktu Rudy mensertifikatkan atas nama dia tidak pernah menghubungi asrama. Itu sudah berlangsung beberapa tahun yang lalu, setelah berpindah tangan ke Al Ghazaly. Makanya kita tanya sejak kapan wisma disertifikatkan,” terangnya.

Sepengetahuan pihaknya, Rudolf ini adalah warga negara Belanda, yang artinya tidak bisa mensertifikatkan atau tidak memiliki hak. Sehingga pihaknya berpikir untuk merubah lahan tersebut menjadi tanah negara, namun sudah didahului oleh Rudy.

“Karena pihak wisma juga memiliki dokumen izin tinggal, maka melakukan gugatan di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN), tapi putusan PTUN itu belum menguji sertifikat itu sendiri.Sebab, ternyata pihak wisma/asrama tidak memiliki legal standing  melakukan gugatan karena bukan atas nama untuk menghuni, tapi Pemprov yang memiliki kewajiban karena yang membiayai,” katanya.

Namun, sambung Abdi, saat pemprov akan melakukan balasan dari hasil PTUN, waktu 90 hari yang diberikan kadung terlewat. Karena itu, pihaknya memutuskan untuk menunggu sikap dari Al Ghazaly.

“Sikap mereka setelah itu lapor polisi terkait penghunian tidak sah. Polres melihat data-data bahwa kita bukan penghuni liar atau tidak sah, karena kita punya izin hunian. Sehingga perkara tidak lanjut. Setelah itu mereka gugat ke PN. Nah, PN ini ternyata  tidak menguji secara benar, apakah Rudy ini adalah orang yang sama dengan Rudolf. Disitu kita tidak terimanya,” jelasnya

Eksekusi Asrama Latimojong

Karena itu, sambung dia, Langkah Peninjauan Kembali (PK) dilakukan sebagai langkah terakhir menyelamatkan nasib puluhan mahasiswa Wisma Latimojong. Bukti kuat pun sudah dimiliki dan pihaknya yakin akan merubah keputusan yang ada.

“Mudah-mudahan MK menguji dengan betul bahwa sertifikat itu gugur dengan sendirinya bahwa orang ini atau Rudy yang tidak ditahu dimana tiba-tiba kok punya hak mensertifikatkan itu tetapi dia memakai RFA Onddatje seakan akan dia adalah Rudolf,” katanya.

Dengan adanya PK, pihaknya meminta penundaan eksekusi yang sedianya dilakukan besok (hari ini;red) sambil menunggu putusan. Sehingga saat di lokasi bukan eksekusi tapi adalah kesepakatan untuk penundaan. “Finalnya setelah ada putusan PK, karena itu adalah putusan akhir. Kecuali kalau fakta berbicara lain,” tuturnya.

Sementara,  Ketua Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) Kota Bogor Awaluddin Sarmidi berharap seluruh mahasiswa yang menetap tetap eksis dan diberikan kesempatan melalui penundaan eksekusi untuk melakukan PK. Karena pihaknya yakin dengan bukti yang dimiliki.

“Kita inginkan masalah ini bisa selesai dengan baik jangan terjadi keributan. Besok (hari ini,red)  tidak terjadi eksekusi, kami sebagai pendatang di Bogor, kan ada falsafah di rantau juga, artinya harus jalankan itu, dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung. Kita bisa menjadi warga yang baik disini tapi tolong diterima,” tandasnya. (ps)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: