
IDNUSA, JAKARTA - Tim ekonomi Presiden Jokowi di bawah kendali Sri Mulyani (SMI) terbukti gagal total, tidak inovatif dan hanya melindungi bisnis kelompok kapitalisme liberal.
Apalagi terbukti program pengampunan pajak atau Tax Amnesty juga gagal hanya mencapai Rp114 triliun dari target Rp165 triliun.
"Kita seperti kembali ke masa lalu, melalui hari-hari ketika dia (SMI) pertama kali direkrut oleh SBY pada saat itu salah satu tugas SMI adalah memuluskan upaya klien besarnya yaitu BCA dan Paulus Tumewu mendapatkan pengampunan pajak dan meloloskan pengemplang pajak," ujar Sekjen Jaringan Aktivis Pro Demokrasi, Satyo Purwanto kepada Kantor Berita Politik RMOL, sesaat lalu (Minggu, 16/4).
Mengutip pernyataan Kwik Kian Gie beberapa tahun lalu tentang peran Sri Mulyani yang selalu membocorkan hasil rapat tim ekonomi kepada IMF, Bank Dunia, dan Kedutaan AS. Belum lagi, lanjut Satyo, soal kebijakan SMI yang memangkas anggaran belanja negara sebesar Rp 133,8 triliun, yang mencakup pemotongan belanja kementerian/lembaga Rp 65 triliun dan transfer ke daerah Rp 68,8 triliun juga disinyalir hanya untuk menyenangkan kartel internasional (para kapitalis) dengan retorika murahan untuk meraih kepercayaan publik dan membuat dunia usaha menjadi lebih yakin dalam melakukan aktivitas ekonomi.
"Padahal ujung-ujungnya Rp 221 triliun dari APBN 2017 hanya untuk bayar hutang," tegasnya.
Sebagai mantan managing director Bank Dunia dan direktur eksekutif IMF serta sederet penghargaan dari lembaga dan media keuangan asing, Satyo menilai SMI sepertinya lebih berguna menjabat duta besar di Amerika atau Uni Eropa.
Ilmu ekonomi SMI, malah menurut dia, akan lebih bisa bermanfaat untuk negosiasi keuangan dan perdagangan bagi RI ketimbang menjadi menteri yang selalu berperan kontra produktif dan memperdalam indeks jurang kemiskinan bagi rakyat Indonesia. (rm)