
IDNUSA, JAKARTA - Salat menjadi kewajiban bagi setiap muslim. Bahkan menurut banyak riwayat salat menjadi amalan yang paling pertama akan ditanya pada hari kiamat nanti.
Dari Abu Hurairah, beliau mendengar Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya amal hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah salatnya. Apabila salatnya baik, dia akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan. Apabila salatnya rusak, dia akan menyesal dan merugi. Jika ada yang kurang dari salat wajibnya, Allah Tabaroka wa Ta’ala mengatakan,’Lihatlah apakah pada hamba tersebut memiliki amalan salat sunnah?’ Maka salat sunnah tersebut akan menyempurnakan salat wajibnya yang kurang. Begitu juga amalan lainnya seperti itu.”
Bilamana salat seseorang itu baik maka baik pula amalnya, dan bilamana shalat seseorang itu buruk maka buruk pula amalnya. (HR. Ath-Thabarani)
Untuk itu dalam keadaan apapun seorang hamba hendaknya melaksanakan salat, sekalipun dalam keadaan perang.
Sebuah video yang beredar di situs berbagi video Youtube menjadi viral saat sekelompok tentara memperagakan salat dalam keadaan berperang. Salat ini disebut dalam hadits sebagai salat khauf, atau salat yang dilaksanakan dalam keadaan takut (dalam berperang).
Sementara untuk pelaksanaan salat tersebut beberapa ulama berbeda pendapat.
Syarat sah:
- Hendaknya musuh yang diperangi adalah musuh yang halal diperangi, seperti orang kafir harbi, pemberontak, dan para perampok atau yang lainnya.
- Dikhawatirkan penyerangan mereka terhadap kaum muslimin dilakukan pada waktu-waktu salat.
Adapun pelaksanaan salat tersebut menurut hadits sebagai berikut:
Musuh datang dari arah kiblat
Jika musuh datang dari arah kiblat petama-tama imam mengatur pasukan menjadi dua shaf, shaf pertama dan shaf kedua.
Kemudian imam melakukan takbir bersama saf pertama dan saf kedua. Mereka bertakbir dan ruku’ bersama. Kemudian imam dan shaf pertama melakukan sujud sedang shaf kedua berjaga.
Setelah imam dan shaf pertama bangun dari sujudnya, shaf kedua sujud dan iman dan shaf pertama menjaga. Demikain seterusnya mereka saling bergantian menjaga musuh. Kemudian salat diakhiri dengan memberi salam bersama sama.
Dari Jabir bin Abdullah ra, ia berkata:
Suatu ketika aku turut melakukan salat Khauf bersama Rasulullah saw. Beliau membagi kami menjadi dua barisan, satu barisan berada di belakang Rasulullah saw. sedang musuh berada di antara kami dan kiblat. Ketika Nabi saw takbir kami semua ikut takbir. Kemudian beliau ruku’, kami semua ikut ruku’. Kemudian beliau mengangkat kepalanya dari ruku’, kami semua melakukan hal yang sama. Kemudian beliau turun untuk sujud bersama barisan yang berada langsung di belakang beliau. Sementara itu barisan yang terakhir tetap berdiri menjaga musuh. Ketika Nabi saw. selesai sujud, dan barisan yang di belakangnya berdiri, maka barisan yang terakhir tadi turun untuk melakukan sujud lalu mereka berdiri. Lalu barisan yang di belakang maju, dan barisan yang di depan mundur. Kemudian Nabi saw. ruku dan kami semua ikut ruku. Kemudian Nabi mengangkat kepalanya, kami pun mengikutinya. Sementara barisan yang tadi berada di belakang ikut turun sujud bersama beliau, barisan yang satunya lagi tetap berdiri menjaga musuh. Ketika Nabi saw. selesai sujud bersama barisan yang tepat di belakangnya, maka barisan yang di terakhir turun untuk sujud. Setelah mereka selesai sujud, Nabi saw. mengucapkan salam dan kami semua ikut salam. Jabir berkata: Seperti yang biasa dilakukan oleh para pasukan pengawal terhadap para pemimpin mereka. (HR. Muslim)
Musuh tidak dari arah kiblat
Jika musuh tidak dari arah kiblat, imam membagi menjadi dua barisan, satu barisan salat bersama imam dan satu barisan lagi menjaga musuh. Begitu pula sebaliknya.
Dari Abu Bakar ra sesungguhnya Rasulullah saw melakukan salat khauf dua rakaat bersama satu kelompok. Lalu beliau melakukan shalat dua rakaat lagi bersama kelompok lainnya. Jadi Rasulullah saw. melakukan salat empat rakaat, sementara para sahabat hanya dua rakaat. (HR. Abu dawud dengan isnad shahih)
Riwayat lain jika musuh tidak datang dari arah kiblat
Jika musuh tidak datang dari di arah kiblat, imam membagi pasukan menjadi dua kelompok, satu barisan berjaga dan yang lain salat bersama imam satu raka’at.
Saat imam berdiri untuk raka’at yang kedua, barisan yang pertama niat memutuskan salat jama’ah bersama imam dan melanjutkan raka’at kedua tanpa imam (shalat sendiri-sendiri) sampai selesai dan kemudian berjaga dari musuh.
Barisan kedua kemudian takbir memulai salat dan salat bersama imam yang pada saat itu berada pada raka’at kedua dan ketika imam duduk untuk tasyahhud akhir, barisan kedua bangun melanjutkan raka’at kedua dan imam menunggu sampai mereka selesai melakukan raka’at kedua dan duduk bertasyahhud bersama sama imam kemudian salam.
Dari Shalih bin Khawwat ra, dari orang yang pernah melaksanakan salat (khauf) bersama Nabi saw ketika hari (peperangan) Dzata riqa, yaitu: Sekolompok membikin shaf bersama Rasulullah saw, sedangkan kelompok yang lain bersiaga untuk menghadapi musuh. Kemudaian beliau shalat dengan kelompok yang bersamanya satu raka’at. Kemudian beliau tetap berdiri dan shaf pertama tadi menyempurnakan shalat tersebut secara sendiri-sendiri, kemudian beralih dan membuat shaf menghadapi musuh,. Lalu datang kelompok yang lain (yang belum shalat), kemudian beliau shalat dengan mereka satu raka’at yang tersisa. Beliau tetap duduk, sedangkan mereka menyempurnakan shalatnya masing-masing, kemudian beliau melaksanakan salam dengan mereka. (HR Muttafaqun ‘alaih).
Dalam keadaan gawat
Masing-masing bisa melakukan salat sebisa mungkin. Baik dalam keadaan berjalan kaki, berlari atau mengendarai kendaraan, dengan menghadap atau tidak menghadap kiblat.
”Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka salatlah sambil berjalan atau berkendaraan.” (Qs Al-Baqarah ayat: 239)
(ar)