NUSANEWS, JAKARTA - Pertemuan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, memunculkan spekulasi lahirnya pasangan Prabowo-AHY di Pilpres 2019.
Spekulasi tersebut didasarkan atas perkembangan situasi dan politik terkini yang terjadi ditambah peta kekuatan partai-partai politik yang ada.
Pengamat politik Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes mengatakan, tanda-tanda perkawinan antara Demokrat dengan Gerindra disebutnya sulit untuk dihindari.
Sebab, ia menilai ambang batas 20 persen kursi DPR dan 25 persen perolehan suara nasional dalam UU Pemilu memang memaksa partai berlambang mercy itu untuk berkoalisi.
Bagi Demokrat, acuannya tentu Pilpres 2014 dimana partai pimpinan SBY itu memilih abstain dalam kontestasi politik saat itu.
Alasan lain adalah, masa recovery Demokrat dari kasus-kasus korupsi yang menyeret sejumlah tokoh-tokoh pentingnya kini sudah berlalu.
“Nah, Demokrat ingin terlibat kali ini,” ujar Pengamat politik Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes.
Di sisi lain, ia mnilai, kekuatan Gerindra-PKS yang selama ini sudah sangat harmonis, masih membutuhkan tambahan kekuatan.
Terlebih, lawan yang mereka hadapi saat ini dinilai masih cukup kuat dengan status Jokowi sebagai incumbent dan potensi dukungan koalisi besar dengan banyak partai politik.
Apakah PKS merelakan posisi cawapres Prabowo di Pilpres 2019?
“Sangat mungkin. Apalagi sampai saat ini PKS belum memiliki kader yang cukup menonjol,” jelasnya.
Hal lain yang jadi pertimbangan PKS adalah potret pada Pilkada DKI Jakarta lalu dimana PKS rela tak mendapat jatah calon dari kadernya untuk mengusung Anies-Sandi.
“Bisa juga ditambah dengan deal jabatan menteri untuk kader PKS,” imbuhnya.
Terkait hitung-hitungan pasangan, Arya menilai, Prabowo-Agus Harimurti paling berpotensi dipasangkan.
Paslanya, putra SBY itu dinilai bisa mengeruk suara di wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jogjakarta yang saat 2014 lau jadi lumbung suara yang dikuasi Jokowi.
“Jangan lupa, pemilih muda di 2019 nanti cukup banyak. Agus bisa merepresentasikan anak muda,” kata peneliti muda tersebut.
Terlepas dari persoalan kontestasi, pertemuan antara SBY-Prabowo juga dilakukan untuk memberikan sinyal soliditas.
Di saat koalisi pemerintah goyah dengan ulah PAN, kubu oposisi ingin menunjukkan kemesraannya.
Seperti diketahui, sikap mereka dalam beberapa isu relatif sama. Misalnya dalam RUU Pemilu lalu.
Sementara itu, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar menanggapi santai pertemuan Prabowo dan SBY tadi malam.
Menurut dia, itu lumrah dilakukan petinggi partai politik.
“Biasa aja. Saya ketemu Pak Prabowo, Pak Jokowi biasa saja. Tidak ada yang istimewa,” ujarnya di DPP PKB.
Kalaupun pertemuan tersebut dilakukan sebagai konsolidasi memenangkan Pilpres 2019, Cak Imin itu tak terlalu merisaukannya.
Saat ini pihaknya hanya konsentrasi mendukung suksesnya pemerintahan Jokowi-JK. Jika sukses, dia yakin Jokowi bisa kembali melenggang.
Lantas, apakah PKB akan kembali merapat ke Jokowi?
Secara pribadi, dia menilai potensi tersebut sangat mungkin terjadi. Meski demikian, keputusan secara kelembagaan harus mengikuti mekanisme yang ada.
“Kan ada mekanisme internal partai, ada ulama yang harus kita minta pertimbangan. Mekanisme panjang, ya,” tutupnya.
(ps)