logo
×

Senin, 10 Juli 2017

Pemindahan Ibu Kota Negara Bakal Sedot Biaya Besar

Pemindahan Ibu Kota Negara Bakal Sedot Biaya Besar


NUSANEWS, JAKARTA - Pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Palangka Raya Kalimantan Tengah bakal menelan dana yang sangat besar.

Pakar ekonomi makro dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono mengatakan, memindahkan ibu kota ke Palangka Raya membutuhkan dana sekitar Rp 500 triliun.

Nominal tersebut lebih besar ketimbang dana yang dikeluarkan Grup Lippo untk membangun Meikarta sebesar Rp 27 triliun.

“Kalau di Kalimantan pasti lebih mahal. Minimal Rp 500 triliun menurut perkiraan saya,” ujar Tony, Minggu (9/7/2017).

Menurut Tony, daripada digunakan untuk memindahkan ibu kota, uang sebesar itu lebih baik dipakai membangun infrastruktur di Papua, Sulawesi, dan Kalimantan.

“Ini juga lebih cepat memeratakan pembangunan. Menurut saya bakal lebih efektif,” imbuh Tony.

Tony mengatakan, wacana pemindahan ibu kota memang bagus.

Namun, dia menyarankan Presiden Joko Widodo fokus dengan program kerja kabinetnya.

Yakni, mendorong pembangunan infrastruktur yang menelan dana Rp 300 triliun.

Menurut Tony, nominal itu belum cukup. Idealnya, sambung Tony, belanja infrastruktur untuk negara emerging market seperti Indonesia adalah lima persen dari produk domestik bruto (PDB).

Artinya, pemerintah membutuhkan dana sebesar Rp 600 triliun hingga Rp 650 triliun.

“Nah, apa jadinya kalau belanja infrastruktur tersebut masih harus dibebani biaya membangun ibu kota baru? Sebaiknya kita fokus dulu untuk membangun infrastruktur,” jelas Tony.

Dia menilai terjadi konflik target. Di satu sisi, Jokowi ingin ngebut untuk mengejar ketertinggalan infrastruktur.

Di sisi lain, ada keinginan untuk memindahkan ibu kota yang pasti akan memakan biaya besar.

“Kedua kepentingan bertabrakan, terjadi konflik. Saran saya, sebaiknya pemerintah fokus saja dengan pembangunan infrastruktur. Itu sudah benar. Jangan lalu pecah fokus,” tegas Tony.

Tony mengakui beberapa negara memang sukses memindahkan ibu kota atau memisahkan pusat pemerintahan dengan bisnis.

Misalnya, Australia yang membuat ibu kota baru di Canberra.

Namun, penduduk Australia hanya sekitar 20 juta. Australia pun cuma memiliki satu daratan.

Tony menambahkan, jika berkantor di Kalimantan, menteri Kabinet Kerja tetap saja akan sering ke Jawa. Sebab, pusat ekonomi dan penduduk ada di Jawa.

“Kalau Canberra, kan, letaknya di antara Sydney dan Melbourne. Jadi, relatif tidak masalah. By the way, PM Australia juga banyak tinggal di Sydney,” tegas Tony. (ps)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: