logo
×

Jumat, 21 Juli 2017

Soal RUU Pemilu, Wasekjend Gerindra: Jokowi Takut Ketemu Prabowo

Soal RUU Pemilu, Wasekjend Gerindra: Jokowi Takut Ketemu Prabowo

NUSANEWS, JAKARTA -  DPR RI akhirnya mensahkan RUU Pemilu dengan presidential threshold 20 persen yang diwarnai aksi walk out Partai Demokrat, Gerindra, PAN dan PKS.

Selain parpol-parpol tersebut, walk out juga dilakukan tiga pimpinan sidang, yakni Wakil Ketua DPR Fadli Zon, Taufik Kurniawan dan Agus Hermanto.

Ketiganya memilih meninggalkan sidang karena kalah dalam hasil voting melawan partai koalisi pemerintah yang memilih opsi A dengan presidential thresold 20 persen.

Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Gerindra Andre Rosiade menyebut sidang paripurna DPR semalam sebagai panggung rezim pemerintah dan partai pendukungnya.

Tujuannya adalah menggunakan berbagai cara agar kekuasaan Presiden Joko Widodo berlanjut pada periode kedua.

Mereka, disebutnya berkaca pada kekalahan Ahok di Pilkada DKI Jakarta.

“Semalam jadi bukti bahwa rezim pemerintahan Jokowi takut. Rezim ini kemudian menggunakan berbagai cara agar syarat pencapresan 2019 dikuasai rezim Jokowi,” tegas Andre, Jumat (21/7).

Dengan kekalahan Ahok tersebut, lanjutnya, bisa jadi cerminan pilpres 2019 mendatang.

Rezim pemerintah kemudian memaksakan kehendaknya dengan mengesahkan RUU Pemilu dan mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

RUU Pemilu, sambungnya, jadi alat untuk memastikan Pilpres 2019 hanya diikuti calon tunggal yakni Jokowi.

“Sebenarnya sudah sangat jelas jika partai pemerintah panik. Agar Jokowi tidak bertemu atau head to head dengan Prabowo Subianto,” tegasnya lagi.

Pemerintah Jokowi saat ini, bebernya, sudah menumbuhkan demokrasi tak sehat.

Indikasinya, penegakkan hukum yang menjadi ciri pemerintahan demokratis dianggap jauh dari harapan. Malah, dalam prosesnya, lebih condong jadi penguasa.

Masyarakat hingga kelompok yang kritis terhadap pemerintah dilibas. Padahal tujuannya baik demi menjaga pemerintahan yang tegak lurus.

Contohnya, pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dengan Perppu Ormas 2 Tahun 2017. Padahal awalnya disampaikan pemerintah tetap melalui mekanisme pengadilan.

“Tidak heran jika banyak pihak menyebut rezim sekarang menuju pemerintahan yang otoriter,” tutupnya.
(ps)

Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: