
NUSANEWS, JAKARTA - Menkeu Sri Mulyani dikejar target pendapatan negara dari sektor perpajakan sebesar Rp 1.427 triliun. Untuk mengejar target itu, Sri Mul ngakunya tidak panik, tapi pusing nggak ya?
Hal itu disampaikan Sri Mul di Gedung DPR, kemarin, ketika Undang-Undang APBN-P 2017 disahkan. Pemerintah dan DPR menyepakati pendapatan negara dan hibah sebesar Rp 1.736,1 triliun. Dari total itu, penerimaan perpajakan mencapai Rp 1.472,7 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 280,2 triliun dan hibah Rp 3,1 triliun. Jika dirinci, penerimaan pajak terdiri dari pajak penghasilan (PPh) Rp 783,9 triliun meliputi PPh non migas Rp 742,2 triliun dan migas Rp 41,7 triliun. Kemudian pajak pertambahan nilai Rp 475,4 triliun, pajak bumi dan bangunan (PBB) Rp 15,4 triliun serta pajak lainnya Rp 8,7 triliun.
Sedangkan untuk penerimaan bea dan cukai yang sebesar Rp 189 triliun terdiri dari bea masuk Rp 33,2 triliun, bea keluar Rp 2,7 triliun dan cukai Rp 153,1 triliun. "Untuk capai target tersebut, Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai akan melakukan upaya extra effort," ujar Sri Mul usai menghadiri sidang paripurna di Gedung DPR. Upaya ekstra itu adalah menjalankan fungsi pengawasan, penagihan dan penegakan hukum secara konsisten.
Dia menampik langkah ekstra itu dilakukan lantaran panik dengan tingginya target penerimaan. Untuk diketahui, target proyeksi penerimaan dari sektor perpajakan itu meningkat Rp 20 triliun jika dibanding pada rancangan anggaran pendapatan dan belanja perubahan (RAPBNP) 2017 sebesar Rp 1.450,9 triliun. Menurut dia, langkah-langkah ini sudah lazim dilakukan Ditjen Pajak. "Ini bukan karena Menkeu panik, ini hal yang biasa kita lakukan sesuai Undang-Undang APBN dan sesuai rambu-rambu yang mengatur tindakan Ditjen Pajak," tegas eks Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Pemerintah, kata Sri Mul, sudah mendapatkan data melalui program pengampunan pajak (tax amnesty). Maka pengawasan, penagihan dan penegakan hukum diperkirakan akan jauh lebih akurat. Ditjen Pajak sudah menuntaskan program pengampunan pajak selama sembilan bulan. Realisasi penerimaan pajak dari tax amnesty mencapai Rp 135 triliun. Rinciannya, dari uang tebusan Rp 114 triliun, pembayaran tunggakan Rp 18,8 triliun dan pembayaran bukti permulaan Rp 1,8 triliun.
Data dari hasil program tax amnesty, menurut Sri Mul, cukup menggembirakan. Kepatuhan pembayaran pajak Wajib Pajak Orang Pribadi pun meningkat di penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan 2016. Selain itu, Perppu Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan yang telah disetujui DPR menjadi undang-undang membuat Ditjen Pajak dimudahkan mendapat informasi wajib pajak di luar negeri yang selama ini sulit dideteksi.
Indonesia berpartisipasi dalam Sistem Pertukaran Informasi (Automatic Exchange of Information/EOI). Dengan demikian, Indonesia akan menerima secara otomatis informasi keuangan milik wajib pajak Indonesia yang disimpan di negara-negara mitra AEOI.
Kesepakatan yang diambil dalam Sidang Paripurna Ke-33 DPR, kemarin, merupakan hasil dari pembahasan di Komisi XI Senin 24 Juli lalu yang mana Perppu menjadi undang-undang disepakati oleh sembilan dari 10 fraksi di antaranya PDIP, NasDem, Golkar, PKS, PPP, PKB, Hanura, Demokrat, PAN. Sementara Gerindra masih menyatakan keberatan atas perubahan Perppu jadi undang-undang. "Jadi saya tekankan, tidak ada kepanikan dan kami tidak lakukan tindakan secara sembarangan," ulang Sri Mul lagi.
Kemarin, genap setahun Sri Mul menjabat Menkeu. Dia mengklaim kinerjanya selama setahun cukup positif. "Over all satu tahun ini positif lah. Kerja sama dengan jajaran menteri baik, hubungan dengan DPR bagus, pengelolaan anggaran seperti transfer ke daerah secara produktif. Kita akan terus reformasi, dan kinerja ekonomi pun mulai pick up dari tadinya di bawah 5 persen menjadi di atas 5 persen," pungkasnya. (rm)