
NUSANEWS - Presiden Joko Widodo menyatakan tidak akan menandatangani hasil Revisi UU tentang MPR, DPR, DPRD (MD3) karena terdapat sejumlah pasal yang perlu dikaji. Namun, Jokowi juga tidak mau mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu), untuk mengganti pasal-pasal bermasalah itu.
Menanggapi hal itu, Ketua DPP Partai Demokrat Fandi Utomo mengatakan, sikap Presiden tersebut menandakan ada persoalan yang serius di internal pemerintah. Sebab, pengesahan UU MD3 sudah melalui persetujuan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly atas nama Presiden Jokowi.
“Wah bagaimana, menteri itu kan in the name of president untuk bicara bersama DPR dalam soal UU. Itu problem serius di pemerintahan Pak Jokowi dan itu enggak bakal naik ke paripurna sebelum persetujuan menteri kan,” kata Fandi saat dihubungi kumparan (kumparan.com), Kamis (22/2).
Draft UU MD3 sudah ada di meja saya, tapi belum saya tandatangani. Saya memahami keresahan yg ada di masyarakat mengenai hal ini. Kita semua ingin kualitas demokrasi kita terus meningkat, jangan sampai menurun -Jkw— Joko Widodo (@jokowi) 21 Februari 2018
“Jadi saya tidak bermaksud mengatakan pencitraan atau lempar batu sembunyi tangan ya. Tapi saya melihat ini ada persoalan manajemen pemerintahan yang serius,” imbuh Fandi.
Selain itu, menurut Fandi, sikap Presiden Jokowi yang tidak mau mengeluarkan Perppu, justru menunjukkan Jokowi tidak mempersoalkan pasal-pasal yang ada di UU MD3. Sebab, kalau Presiden tidak setuju tentu akan mengeluarkan Perppu.
Kalau tidak mau mengeluarkan Perppu, ya berarti beliau (Presiden) sudah cocok dengan UU MD itu. Jadi apa masalahnya?“Kalau Bapak Presiden mengatakan bahwa pemerintah tidak tahu ada pasal-pasal tertentu, artinya ada persoalan manajemen yang serius di pemerintahan Pak Presiden. Ini harus di-clear-kan,” lanjut Wakil Ketua Komisi II DPR itu.
- Fandi Utomo
Dia melanjutkan, sebaiknya Presiden Jokowi instropeksi diri atas persoalan ini. Sebab, akan lebih berbahaya jika UU yang tidak disetujui itu berkaitan dengan kepentingan masyarakat luas.
“Ini kan UU MD3 yang berhubungan dengan DPR. Tapi kalau yang berhubungan dengan seluruh masyarakat Indonesia, itu bisa jadi persoalan yang lebih serius lagi kan,” papar Fandi.
Dia menilai, sikap Presiden yang membiarkan UU MD3 sah dengan sendirinya setelah 30 hari itu pernyataan yang tidak penting. Sebab, Presiden sudah tahu setiap UU yang tidak ditandatangani akan sah dengan sendirinya setelah diketuk di paripurna DPR.
"Rakyat harus kita jelaskan bahwa sikap Bapak Presiden itu sebetulnya tidak ada soal dengan pasal-pasal itu ya kan. Kalau ada soal atas desakan masyarakat ya kan, pasti beliau akan mengeluarkan Perppu,” tutup Fandi.
SUMBER