logo
×

Kamis, 24 Mei 2018

Fadli Zon: KSP Jadi Sarang Timses Jokowi

Fadli Zon: KSP Jadi Sarang Timses Jokowi

NUSANEWS - Penunjukan  politisi Partai Golkar, Ali Mochtar Ngabalin menjadi Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi pada Kantor Staff Presiden (KSP), memantik pro dan kontra. KSP disoal dan dituding sebagai sarang tim sukses (timses) pemenangan petahana pada pilpres 2019 nanti.

Menurut Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon, KSP akan merekrut orang orang yang ada di lingkaran timses maupun calon timses pemilu 2019. Termasuk Ngabalin. "Saya gak menuduh begitu (Ali Ngabalin jadi tim sukses Jokowi, red). Tapi kan jelas sekali siapa orang-orang yang direkrut kan. Orang-orang yang punya afiliasi dekat dengan kerelawanan atau timses atau calon timses. Jangan jadi sarang timses KSP itu, karena itu dibiayai oleh APBN," kata Fadli Zon kepada wartawan di Komplek Parlemen, Senayan, Rabu (23/5).

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu melihat, pembahasan maupun pertemuan di KSP kini hanya fokus untuk memenangkan Jokowi di pilpres 2019. "Kalau dia jadi sarang timses itu akan terjadi 'abuse of power'. Kita kan mendengar juga lah desas desus dan sebagainya itu. Sering kali pertemuannya itu bukan urusan negara tapi urusan bagaimana memenangkan lagi calon presiden yang akan datang," paparnya.

Fadli berujar, peran KSP juga kebablasan dibanding lembaga lembaga lain dan bukan juga kementerian. Walaupun KSP dibentuk dengan Peraturan Presiden (Perpres) tahun 2015, namun harusnya perpres tersebut mesti ada payung undang-undangnya.

"Tidak bisa perpres ujug-ujug. Nah ini perpres tentang KSP ini kan perpres yg tidak ada umbrella (payung) dari undang-undang. Dia kan lembaga internal. Tapi sebagai lembaga internal kadang-kadang seolah olah lembaga struktural. Kadang kadang bisa jadi jubir, kadang kadang bisa jadi mengoreksi menteri atau mengelola atau mengatur menteri dan sebagainya. Saya kira KSP itu memang seharusnya dibubarkan," beber Fadli.

Fadli juga mengaku, Ali merupakan kerabatnya dan hal yang biasa jika nantinya berbeda pendapat. "Pak Ali Ngabalin itu kawan saya dari dulu. Saya kira pandangan pandangannya sebagian besar sama lah. Saya kan gak ada urusan dengan orang perorang. Yang kita urus adalah kebijakan kebijakannya. Jadi kalau nanti ada perbedaan pendapat berdebat ya biasa biasa aja," kata Fadli.

Dia melihat KSP merupakan lembaga non struktural yang tidak jelas dan mesti dibubarkan. "Ini menurut saya memang harus dibubarkan saja, mengapa? Ini overlap,” tegasnya.

Ia mengatakan, tupoksi KSP tidak jelas, melebihi lembaga resmi lainnya. “Coba lihat deh tupoksinya. Itu kan ada tiga. Melakukan pengawasan, pengendalian terhadap program prioritas pemerintah, isu strategis lah kemudian komunikasi politik yang itu ada juga di dalam tupoksi Seskab yang bahkan sebetulnya itu urusan Setneg," tuturnya.

Menurutnya, adanya KSP juga menjadi pemborosan anggaran negara. Fadli menuding KSP bisa menyalahgunakan kekuasaan karena menjadi tempat penampungan untuk relawan pemenangan calon Presiden.

"Dia sebagai lembaga nonstruktural dia mendapat anggaran dari mana? Saya ingat waktu dulu dulu itu juga dia dapet anggarannya dari mana gak jelas. Jadi ini pemborosan anggaran dan tidak transparan. Dan bisa saja terjadi abuse of power karena menjadi penampungan untuk relawan relawan pemenangan Capres," tandas Fadli.

Dugaan Fadli dibantah oleh anggota Fraksi PDIP DPR RI, Hendrawan Suprratikno. Ketua DPP PDIP itu menuturkan, Ngabalin di masa lampau pernah berseberangan dengan Jokowi. Saat pilpres 2014, merupakan salah satu anggota tim politik Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Bagi PDIP, penunjukan Ngabalin sebagai jubir pemerintah menandakan bahwa Jokowi bukan sosok pendendam.

"Ya kalau dari Pak Jokowi tentu ini membuktikan bahwa Pak Jokowi memiliki kebesaran hati, kebesaran jiwa. Artinya, ketika mengangkat seseorang menjadi staf ahli atau juru bicara, ya, tidak dendam, tidak ada unsur kedengkian," ujarnya kepada wartawan, Rabu (23/5).

Hendrawan juga menyinggung soal manuver politik Ngabalin. Menurutnya, bergabungnya Ngabalin ke lingkaran Istana karena sadar terhadap kinerja Jokowi. "Dalam politik kan kesadaran bisa muncul belakangan, jadi itu sebabnya menarik sebenarnya mengikuti. Setiap politisi ini memiliki kronologi kesadaran ya. Jadi urut-urutan kesadaran ada yang pada awalnya karena informasinya kurang, pandangannya tidak sejalan. Tapi ketika mengamati, mencermati apa yang dilakukan orang lain, kemudian muncul kesadaran baru," kata Hendrawan.

SUMBER
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: