
NUSANEWS - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menyatakan, kasus yang menyeret Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih berdasarkan temuan tim penyidik merupakan kasus yang sangat besar. Sebab anggaran proyek pembangunan PLTU Riau-1 mencapai Rp 1.100 Triliun.
"Dana yang disiapkan untuk proyek PLTU 35 ribu mega watt itu sekitar Rp 1.100 Triliun. Itu yang kita sudah bicarakan pada awal Januari 2017, kita sudah panggil semua stekholdernya. Jadi kita sudah hitung potensi penyimpangannya. Tapi kita lihat nanti sampai sejauh mana," kata Saut di gedung KPK, Minggu (15/7) malam.
Sementara itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menuturkan pihaknya masih terus mendalami kasus suap terkait proyek PLTU di Riau-1. Setidaknya penyidik masih mencari dua bukti informasi terkait aliran dana yang sudah masuk ke Eni dari pemegang saham PT Blackgold Natural Resources Limited, Johanes Budisutrisno Kotjo.
"KPK pada prinsipnya mencari bukti-bukti dugaan aliran dana yang sudah mengalir totalnya Rp 4,8 miliar bagian dari Rp 500 juta yang diamankan dari OTT," tutur Febri.
Oleh karenanya, upaya penggeledahan di lima lokasi dari tempat dua tersangka dan Dirut PT PLN Sofyan Basri dilakukan oleh penyidik untuk menelusuri proses transaksi pembangunan proyek PLTU Riau-1.
"Soal bagaiamana proses transaksinya. Ini sangat panting juga di dalami lebih lanjut, terutama terkait kerjasama pada PLTU di Riau-1," jelas Febri.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan dua orang tersangka dari operasi tangkap tangan (OTT) di Jakarta pada Jumat (13/5). Mereka yakni anggota Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih dan Bos PT Blackgold Natural Recourses Limited, Johanes B Kotjo.
Eni diduga menerima suap dari Johanes B Kotjo terkait proyek pembangkit listrik PT PLN di Riau, uang tersebut diberikan secara bertahap sebanyak empat kali dengan total mencapai Rp 4,8 miliar.
"Diduga penerimaan kali ini merupakan penerimaan yang keempat dari pengusaha JBK (Johanes B Kotjo) kepada EMS (Eni Maulani Saragih) dengan nilai total Rp4,8 miliar," kata Wakil Ketua KPK Basaria di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (14/7).
Basaria merinci penerimaan Eni yang sudah dilakukan, yakni pada Desember 2017 sebesar Rp2 miliar, Maret 2018 sebesar Rp2 miliar, 8 Juni 2018 sebesar Rp300 juta dan terakhir pada 13 Juli 2018 sebesar Rp500 juta.
"Diduga uang diberikan oleh JBK kepada EMS melalui staf dan keluarga," ujarnya.
Uang yang diterima Eni itu disinyalir merupakan bagian komitmen fee 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diterima politikus Partai Golkar san kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerjasama pembangunan PLTU Riau.
SUMBER
SUMBER