
NUSANEWS - Setelah sontoloyo, genderuwo dan tabok, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali melontarkan diksi baru, yakni politisi kompor.
Diksi tersebut ia lontarkan kepada para politisi yang hanya membuat panas situasi dan demokrasi Indonesia menjadi lebih panas.
Fahri Hamzah menilai, panasnya demokrasi Indonesia saat ini diakibatkan kebebasan berpendapat di muka umum.
Karena itu, dalam pandangannya, setiap orang memiliki sumbu masing-masing yang bisa memicu panasnya kontestasi politik di Indonesia.
“Kompor ini atau demokrasi panas atau hiruk pikuk itu karena ada kebebasan, semua orang punya sumbu. Artinya pegang sumbu,” ujar Fahri di komplek DPR RI Senayan, Jakarta, Senin (26/11).
Sebaliknya, ia balik menuding bahwa sejatinya kompor terbesar di Indonesia justru berada di tangan Jokowi sebagai presiden.
“Kalau bicara kompor, kompor paling besar itu adanya di tangan Presiden. Kompor paling besar itu pak Jokowi, saya paling di bawah,” tuding Fahri.
Alasannya, setiap omongan presiden, baik kecil maupun besar, dipastikan akan menjadi perbincangan politik.
“Presiden ngomong dikit aja itu jadi diskusi nasional. Ngomong sontoloyo ramai, genderuwo ramai, ngomong tabok malah jadi puisi,” lanjutnya.
Situasi demokrasi seperti ini dinilai Fahri tidak menjadi hal genting, selama perdebatan diarahkan untuk program-program yang bermanfaat bagi rakyat.
Bukan hanya sebatas perdebatan kosong atau hanya merugikan rakyat.
“Yang penting kompornya jangan dipakai bakar rumah, tapi dipakai bakar ikan yang akan kita sajikan untuk rakyat,” tutupnya.
Sementara, pembelaan atas capres nomor urut 01 itu juga datang dari salah satu parpol pengusungnya.
“Tidak benar bahwa kami yang melakukan ‘kompor’. Sekarang pertanyaannya siapa yang memulai ‘kompor-kompor’ itu?” kata politikus Partai Golkar, Tb Ace Hasan Syadziliy, Senin (26/11).
Menurut Ace, publik sudah mengetahui pihak mana yang terlebih dulu melemparkan isu kontroversial.
“Kita tahu bahwa yang melempar isu, misalnya Indonesia bubar 2030, kemudian 99 persen rakyat Indonesia hidup pas-pasan,”
“Kemudian rakyat juga mendengar tempe setipis ATM, narasi pesimisme yang dilemparkan oleh kubu sebelah,” ujarnya merujuk ucapan Prabowo dan Sandiaga.
Ace menambahkan, narasi-narasi yang dikembangkan oleh Prabowo-Sandi dan timnya justru yang menjadi ‘kompor’.
“Jadi, justru yang ‘kompor’ itu pihak-pihak yang selama ini melemparkan narasi ketidakpastian, narasi pesimisme sehingga membuat masyarakat Indonesia menjadi ketakutan,” pungkasnya.
SUMBER