Oleh: Adian Radiatus
MESKIPUN hanya ditulis di media Facebook-nya dengan minim follower tapi penulis Zeng Wei Jian tidak henti-hentinya menyebar narasi kontroversi atas issue yang berkembang di tengah masyarakat.
Sayangnya cara yang ditempuh hanyalah sebatas imajiner kumpulan beberapa asumsi tokoh yang dikutip dan dirangkainya seakan menjadi pembenaran perilaku para penyulut kegaduhan publik sebagai hal yang dibelanya.
Artikelnya yang terakhir “Behind The Screen Target" menunjukan pola pikir dan niatan untuk berperan seolah sebagai ‘man behind the screen’ pihak penguasa, tapi apa lacur latar belakang berbagai artikelnya pra pilpres yang lalu adalah rekam jejak loyalitas yang tak jelas dan cerdas.
Ditilik dari artikel sebelumnya "Pecat Ali Lubis" yang kontennya justru 'menghalalkan' tingkah polah politik Ali Lubis menyerang Anies, maka upaya menghapus jejak blundernya itu menjadi semakin menjelaskan karakter Zeng yang 'sodok kanan klu kiri kuat dan sodok kiri klu kanan kuat'.
Mendompleng masuknya Prabowo ke kabinet adalah dalih yang coba dipakainya untuk tidak memihak suara kebenaran dan keadilan ditengah masyarakat yang akhir-akhir ini terus mengalir deras di medan media sosial khususnya.
Zeng lupa masuknya Prabowo ke Kabinet bukan semata-mata berarti pembenaran segala sepak terjang yang menekan keadilan atas kehidupan rakyat di mana-mana. Tetapi memahami negara harus dijaga dibela sampai mati bila perlu. Itulah sejatinya jiwa Prabowo.
Jadi mengais upaya membela sosok Abu Janda si pemecah belah kerukunan bangsa sekaligus mensejajarkannya dengan Pigai, Nababan apalagi Listyo yang level intelijennya jauh di atas.
Tidak ada satupun langkah Pigai untuk memanfaatkan dirinya sebagai orang Papua, justru dia bersuara untuk rakyat Papua, terbukti KNPI Papua dan rakyatnya mengajukan protes keras atas penghinaan yang ditujukan ke Pigai. Masak Zeng tidak paham hal ini.
Protes Pigai tentang Vaksin tak jauh berbeda dengan Ribka Tjiptaning yang posisinya digeser ke komisi lain di DPR. Seyogianya inilah yang patut diulas Zeng kenapa bersuara yang benar saja harus berotasi keluar dari bidangnya.
Membela Abu Janda tanpa makna yang menyertai penyebabnya sama saja meremehkan elemen-elemen kaum intelektual dan aktivis pro keadilan yang bersifat universal itu, dikecualikan dalam hal ini bila yang bersangkutan memang demi ego diri menganut paham adu domba.
(Pemerhati sosial politik)