logo
×

Senin, 14 Februari 2022

Krakatau Steel Diduga Terlibat dalam Skema Kartel Impor Baja

Krakatau Steel Diduga Terlibat dalam Skema Kartel Impor Baja

DEMOKRASI.CO.ID - Jajaran PT Krakatau Steel menggelar Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI pada Senin (14/2/2022) hari ini. Dalam rapat ini, Komisi VII DPR menuding PT Krakatau Steel (Persero) Tbk terlibat dalam skema kartel impor baja. Dugaan itu menyusul diberhentikannya pengembangan produksi baja dalam negeri lewat pembangunan blast furnace yang dinilai merugikan negara Rp12,75 triliun.

"Kalau saya melihat ini ada sesuatu, ini ada kartel besar yang mungkin kolaborasinya dengan mereka sehingga respons mereka sangat reaktif terhadap kita," ujar anggota Komisi VII DPR RI Lamhot Sinaga pada Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR RI dengan Dirjen ILMATE Kementerian Perindustrian dan Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.

Sebenarnya, industri baja di Indonesia memiliki cadangan biji besi yang sangat tinggi. Namun, impor baja pada kuartal ketiga 2021 melesat.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor besi dan baja mencapai US$ 1.298.330.452,00 (setara Rp18,61 triliun) pada Desember 2021. Hingga November 2021, volume impor baja mencapai 5,32 juta ton. Melonjak 23 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2020 sebesar 4,32 juta ton.

"Semakin hari industri baja dalam negeri semakin kecil, namun pemain-pemain baja ini semua hanya ingin menjadi trader. Bahkan, Krakatau sendiri, menjadi trader. Andaikan mereka, katakanlah manajemen Krakatau Steel ini berada di balik koridor yang bagus, saya kira tidak akan begitu reaktifnya mereka," ujar Wakil Ketua Komisi VII Bambang Haryadi.

Dalam pemaparannya dalam rapat tersebut, Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Silmy Karim menjelaskan meski tren impor baja meningkat, tren ekspor dari dalam negeri juga menanjak. Kendati demikian, ia juga menyadari bahwa masih banyak perbaikan yang perlu dilakukan oleh Krakatau Steel terkait mengendalikan impor baja negara.

"Tren daripada penjualan Krakatau Steel meningkat, dibandingkan tahun-tahun sebelumnya bahkan pada 2021, kami mencatatkan nilai penjualan konsolidasi sampai dengan kurang lebih Rp31 triliun. Bahwasanya masih ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian itu sedang kami kaji dan lakukan bersama-sama," ujar Silmy.

Sebagai informasi, blast furnace merupakan salah satu proyek Krakatau Steel yang sempat memicu polemik. Menteri BUMN Erick Thohir beberapa waktu lalu mengendus bau korupsi dalam proyek itu.

Pasalnya, proyek membuat utang perusahaan sempat tembus US$2 miliar atau Rp28,4 triliun (asumsi kurs Rp14.200 per dolar AS). Ia menyebut penumpukan utang disebabkan oleh investasi Krakatau Steel di fasilitas blast furnace.

"Krakatau Steel punya utang US$2 miliar. Salah satunya (karena) investasi US$850 juta dari proyek blast furnace yang hari ini mangkrak. Pasti ada indikasi korupsi," ucap Erick dalam Talkshow Bangkit Bareng, Selasa (28/9) lalu. [law-justice]

Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: