
IDNUSA - Bareskrim Polri mengakui calon Wakil Gubernur DKI Jakarta nomor urut satu Sylviana Murni menyebut nama Joko Widodo (Jokowi) dalam kasus dugaan korupsi dana hibah Kwartir Daerah Gerakan Pramuka DKI tahun anggaran 2014-2015.
Kendati demikian, Bareskrim Polri tidak akan memanggil Jokowi untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus tersebut. Hal tersebut ditegaskan Kasubdit I Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Kombes Adi Deriyan Jayamarta.
Adi mengatakan, kapasitas Jokowi pada saat itu hanya menandatangani surat keputusan Gubernur DKI Jakarta bernomor 235 tahun 2014. Atas dasar itulah, penyidik tidak akan memanggil Jokowi.
“Kalau (karena) SK, nggak (dipanggil) lah. SK itu kan yang kami jadikan acuan,” kata Adi saat dikonfirmasi, Jumat (20/1) malam.
Mengenai kesalahan administrasi penggunaan dana bansos yang seharusnya dana hibah, Adi memakluminya. Adi menilai hal tersebut merupakan kesalahan penyampaian secara tertulis. Pasalnya, laporan yang diterima pihak Bareskrim, tetap bansos, bukan hibah.
Adi juga menegaskan bahwa hal itu bukan karena kesalahan dari Bareskrim.
“Dana bansos dan hibah itu kan sebetulnya adalah bentuk humas yang kami terima. Ketika kami menerima pengaduannya, ya (kasus dugaan) bansos. Sehingga kami tidak melihat adanya kesalahan karena humasnya seperti itu,” tandas dia.
Sebelumnya, Sylviana Murni mengatakan bahwa dana yang digunakan dalam anggaran Kwartir Daerah Gerakan Pramuka DKI tahun anggaran 2014-2015 merupakan dana hibah, bukan dana bantuan sosial yang disangkakan Bareskrim Polri.
Menurut Sylvi, pengalihan dana bansos ke dana hibah, merupakan perintah Gubernur DKI Jakarta yang kala itu dijabat Jokowi.
Sylvi mengaku hanya sebagai pelaksana dalam mengalirkan anggaran karena menjabat sebagai Ketua Kwarda Pramuka DKI saat itu.
“Dana bansos ini berdasarkan SK Gubernur nomor 235 tanggal 14 Februari 2014 yang ditandatangani oleh gubernur pada saat itu Pak Jokowi,” ujar Sylvi Murni. (ps)