
NUSANEWS - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) angkat bicara soal polemik yang menimpa mantan pegawai honorer di Sekolah Menengah Atas (SMA) 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Baiq Nuril. Dalam Pernyataannya, Jokowi menyebut sangat mendukung Baiq Nuril mendapatkan keadilan.
"Saya mendukung Ibu Baiq Nuril mencari keadilan," kata Presiden di Pasar Siduharjo, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Senin (19/11/2018).
Menurut Jokowi, Baiq Nuril bisa mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung. Namun apabilan PK kandas, Presiden RI ke-7 itu memberi jaminan grasi kepada Baiq Nuril.
"Saya harap MA memberikan putusan seadil-adilnya. Akan tetapi seandainya, ini seandainya ya, belum mendapatkan keadilan, bisa mengajukan grasi ke Presiden. memang tahapannya seperti itu," kata mantan Gubernur DKI tersebut.
"Kalau sudah mengajukan grasi ke Presiden, itu bagian saya," imbuhnya.
Dalam kesempatan tersebut, Jokowi menegaskan dirinya sangat menghormati proses hukum dan tidak akan melakukan intervensi.
"Supaya semuanya tahu, pertama kita harus menghormati proses hukum, kasasi di MA. Dan sebagai kepala pemerintahan, saya tidak mungkin mengintervensi, tidak bisa saya mengintervensi putusan tersebut. Ini harus tahu," tegas Jokowi.
Baiq Nuril adalah korban pelecehan seksual yang dilakukan Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram berinisial M. Namun ia justru divonis bersalah dan dihukum enam bulan penjara serta denda Rp 500 juta lantaran dianggap melanggar Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik karena menyebarkan percakapan asusila kepala sekolah.
Menurut Baiq, kasus itu terjadi pada tahun 2012, saat dirinya masih menjadi pegawai honorer di sekolahan tersebut. Suatu ketika ia ditelepon oleh M dan merekam pembicaraan selama kurang lebih 20 menit itu.
Sayangnya, ia tak pernah melaporkan rekaman itu karena takut kehilangan pekerjaannya. Dia malah bercerita kepada Imam Muwadi, rekan kerjanya soal rekaman tersebut. Namun rekaman itu malah disebarkan ke Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Mataram.
Merasa tidak terima aibnya didengar oleh publik, M langsung melaporkan Baiq ke polisi menggunakan Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Kasus ini berlanjut hingga ke persidangan. Setelah diproses, Pengadilan Negeri Mataram memutuskan Baiq tidak bersalah dan membebaskannya dari status tahanan kota.
Kalah dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum mengajukan banding hingga ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA). Kemudian pada tanggal 26 September 2018 lalu, MA memvonis Baiq bersalah.
SUMBER