
NUSANEWS - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis Survei Penilaian Integritas (SPI) tahun 2017 terhadap Kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Penelitian dan Pengembangan KPK Wawan Wardiana.
Wawan menjelaskan, survei ini dilakukan terhadap 36 kementerian/lembaga, 15 pemerintah provinsi dan 15 pemerintah kabupaten/pemerintah kota. Dengan tujuan sebagai salah satu upaya pencegahan tindak pidana korupsi.
“Survei ini dilakukan dengan cara memetakan risiko terjadinya tindak pidana korupsi seperti suap, gratifikasi dalam layanan, pengelembungan anggaran, nepotisme perekrutan pegawai, sampai mengenai rekayasa dalam pengadaan barang dan jasa,” ucapnya di gedung Penunjang KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (21/11/2018).
“Penilaian ini juga untuk melihat efektivitas sosialisasi korupsi, whistleblower system, serta upaya antikorupsi lainnya,” imbuhnya.
Wawan menjelaskan, responden survei ini terdiri dari tiga unsur yakni internal lembaga pemerintah, eksternal dan eksper.
“Responden internal terdiri dari (60,1 persen) staf/fungsional umum di kementerian/lembaga dan pemerintah daerah dengan usia lebih dari 30 tahun (93,7 persen) serta pendidikan terakhir responden mayoritas adalah sarjana (49,8 persen),” jelasnya.
Sementara, untuk sumber eksternal terdiri dari 42 persen karyawan swasta dan pendidikan terakhir mayoritas responden eksternal adalah sarjana yaitu 47,5 persen. Kemudian, ada responden eksper pada 36 kementerian/lembaga dan pemerintah daerah yang didominasi pria sebanyak 89,2 persen, berusia di atas 30 tahun sebanyak 91,7 persen dan pendidikan terakhir sarjana sebanyak 65,2 persen.
Untuk hasilnya, kata Wawan pemerintah Kota Banda Aceh mendapat indeks integritas paling tinggi, yaitu 77,39 disusul pemerintah Kabupaten Badung di posisi kedua dengan angka 77,15 serta di posisi ketiga Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan dengan nilai 76,54.
Kemudian untuk 3 posisi terbawah terdapat Pemprov Maluku Utara dengan nilai 55,29, Kepolisian RI 54,01, dan yang terbawah Pemprov Papua dengan angka 52,91.
“Dari kepolisian ada 54,01 tapi dikasih bintang karena sampai hari akhir pelaksanaan survei ini teman-teman kepolisian belum menyampaikan responden internal. Jadi baru dapat dari eksternalnya ini,” ujarnya.
Bagi Wawan, nilai tinggi tak menjamin tidak terjadinya korupsi. Ini karena menurutnya, korupsi bisa saja terjadi meski sistem sudah baik.
“Nilai indeks tinggi mendekati 100 persen menunjukkan risiko korupsi rendah dan adanya kemampuan sistem untuk merespons kejadian korupsi dan pencegahannya secara lebih baik. Namun nilai tinggi tidak berarti kejadian korupsi tidak akan terjadi,” pungkasnya.
Atas dasar hal tersebut, maka KPK memberikan rekomendasi ini agar setiap pemerintah daerah dan kementerian/lembaga menindaklanjuti hasil survei untuk menurunkan risiko korupsi.
“KPK juga mengingatkan agar tiap lembaga melaporkan langkah perbaikan yang telah dilakukan,” tutupnya.
SUMBER