IDNUSA, JAKARTA - Rapat Paripurna DPR akhirnya menyetujui penggunaan hak angket terkait pelaksanaan tugas Komisi Pemberantasan Korupsi yang diatur dalam Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
"Apakah usul hak angket tentang pelaksanaan tugas KPK yang diatur dalam UU KPK dapat disetujui menjadi hak angket DPR," kata Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dalam Rapat Paripurn di Gedung Nusantara II, Jakarta, Jumat (28/4/2017).
Setelah itu, anggota DPR menyatakan setuju lalu Fahri dengan cepat mengetuk palu sebagai tanda keputusan telah diambil.
Namun setelah itu beberapa anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra maju ke depan meja pimpinan DPR sebagai bentuk protes atas pengambilan keputusan yang terlalu cepat. Namun protes itu diabaikan Pimpinan DPR sehingga Rapat Paripurna tetap berjalan.
Dalam penjelasannya, wakil pengusul hak angket KPK Taufiqulhadi menjelaskan tidak dapat dipungkiri bahwa kinerja KPK mendapatkan penilaian yang baik dari masyarakat.
Namun menurut dia, hal itu bukan berarti prinsip transparansi dan akuntabilitas tidak perlu menjadi perhatian.
"Apalagi dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas, pokok dan fungsi KPK, Komisi III mendapatkan masukan tidak selalu berjalannya pelaksanaan tupoksi itu sesuai peraturan perundang-undangan dan tata kelola kelembagaan yang baik," ujarnya.
Dia mencontohkan terkait tata kelola anggaran, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kepatuhan KPK 2015 mencatat ada tujuh indikasi ketidakpatuhan KPK terhadap perundang-undangan.
Politisi Partai Nasdem itu menjelaskan indikasi ketidakpatuhan itu antara lain kelebihan pembayaran gaji pegawai KPK yang belum diselesaikan atas pelaksanaan tugas belajar.
"Lalu belanja barang pada direktorat monitor kedeputian informasi dan data yang tidak dilengkapi dengan pertanggungjawaban yang memadai," katanya.
Selain itu menurut dia, Komisi III DPR juga mendapatkan informasi ada "pembocoran" dokumen dalam proses hukum seperti Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Surat Perintah Penyidikan (Sprindik), dan Surat Cegah dan Tangkal (Cekal).
Walk Out
Tiga Fraksi di DPR yakni Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Demokrat, dan Fraksi PKB memprotes keputusan Pimpinan DPR yang dianggap tidak mengakomidir suara fraksi yang menolak usulan Hak Angket KPK, bahkan mereka keluar dari Rapat Paripurna DPR atau "walk out".
"Gerindra juga tidak mau ngotot, kalau mau ambil keputusan bisa melalui lobi dahulu. Namun ini tidak dilakukan lobi, namun langsung diambil keputusan," kata Ketua Fraksi Partai Gerindra Ahmad Muzani usai Rapat Paripurna DPR, Jakarta, Jumat.
Dia menjelaskan F-Gerindra sebenarnya mengusulkan agar terkait Hak Angket KPK itu ditunda pengambilan keputusannya dan dilakukan lobi tingkat fraksi seperti yang biasa terjadi di DPR.
Namun menurut dia, kalau cara yang diambil Pimpinan DPR tidak mendengarkan pendapat anggota DPR yang lain maka Gerindra memutuskan "walk out" dan tidak bertanggung jawab dengan persoalan tersebut.
"Ya sudah kami mendingan walk out. Kami tidak tahu dan tidak bertanggung jawab apa yang diputuskan," ujarnya.
Sementara Sekretaris Fraksi PKB Cucun Ahmad Syamsurijal mengatakan fraksinya walk out karena kecewa terhadap pimpinan sidang yang tidak mengakomodir suara anggota dewan.
Dia menilai pimpinan rapat tidak menjalankan mekanisme yang sesuai peraturan yang ada.
"Ya sangat kecewa, memutuskan tanpa mengakomodir suara anggota, pimpinan sidang tidak menjalankan mekanisme rapat," ujar Cucun.
Sedangkan anggota Fraksi Partai Demokrat Erma Suryani Ranik dalam Rapat Paripurna itu membacakan sikap fraksinya yaitu memandang Hak Angket KPK mengarah pada pelemahan KPK dalam penegakkan hukum dan pemberantasan korupsi.
Dia menjelaskan Demokrat memandang penggunaan hak angket itu tidak tepat waktu sehingga fraksinya tidak setuju dengan usulan tersebut.
Erma mengatakan klarifikasi penggunaan kewenangan-kewenangan luar biasa yang dimiliki KPK dalam pemberantasan korupsi adalah keniscayaan.
"Namun hal itu dapat dilakukan dengan cara dan mekanisme lain yang dimungkinkan UU tanpa ganggu iklim pemberantasan korupsi," ujarnya.
Dia menjelaskan KPK bukan malaikat dan harus dikoreksi agar cermat dan akuntabel menggunakan kewenangannya untuk memberantas korupsi.
F-Demokrat menurut dia mengajak seluruh masyarakat untuk mengawasi kerja KPK agar menjadi institusi yang kredibel, akuntabel dan tidak pilih kasih dalam menegakkan keadilan berantas korupsi. (ht)