logo
×

Sabtu, 09 November 2019

Ini yang Mengganjal Gelar Pahlawan Nasional Soeharto dan Gus Dur

Ini yang Mengganjal Gelar Pahlawan Nasional Soeharto dan Gus Dur

DEMOKRASI.CO.ID - Wakil Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan Negara, Jimly Asshiddiqie menjelaskan, kenapa Presiden ke-2 RI, H.M Soeharto dan Presiden ke-4, KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, belum diberi gelar Pahlawan Nasional.

Kedua nama tokoh tersebut sempat diusulkan, namun berkali-kali ditolak. Hingga kini, kedua orang yang cukup besar jasanya untuk Indonesia itu belum mendapatkan gelar Pahlawan Nasional dari negara.

"Pertama, tahun ini tidak diajukan lagi. Karena sudah berkali-kali diajukan alasannya masih sama, karena ini kuburannya masih basah, belum kering," kata Jimly di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat 8 November 2019.

Berbeda dengan yang lainnya, seperti Sultan Himayatuddin yang sudah meninggal sejak abad ke-16. Sementara itu, Soeharto dan Gus Dur, dinilai masih baru. "Jadi, Pak Harto, Gus Dur, apalagi itu kan masih baru. Jadi, itu alasan formal yang kita ajukan," lanjut Jimly.

Dia mengakui, Gus Dur adalah orang yang sangat dicintai oleh rakyat. Dikenal sebagai tokoh yang pluralis dan melindungi kaum minoritas. Sehingga, mantan Ketua Umum PBNU itu sangat dicintai rakyat. Bahkan, ada yang menyebut Gus Dur sebagai wali ke-10.

Bahkan, dibanding keluarganya yang lain, kuburan Gus Dur yang ada di Tebuireng Jombang jauh lebih ramai dikunjungi peziarah.

"Jadi, Gus Dur sebagai pribadi itu orang luar biasa. Cuma yang jadi masalah, ia pernah jadi Presiden dan diberhentikan. Itu yang jadi soal. Itu jadi persoalan serius, karena diberhentikan oleh MPR. Itu lho," jelasnya.

Begitu juga dengan Soeharto. Tidak melanjutkan kepemimpinannya pada Mei 1998, dan memilih mundur, setelah tuntutan para demonstran saat itu. Persoalan itu, dianggap tidak memenuhi unsur hukum yang diatur dalam perundang-undangan.

"Ganjalannya di situ. Jadi agak susah. Karena, di UU-nya tidak bermasalah secara hukum. Kedua, Pak Harto juga begitu, ada TAP MPR kan walaupun tidak menyebut seperti zamannya Bung Karno," jelasnya.

Proklamator Soekarno, juga sempat lama tidak mendapatkan gelar Pahlawan Nasional. Persoalannya jelas, karena ada TAP MPR yang dikeluarkan saat Orde Baru, yang menyebutkan bahwa penegakan hukum terhadap Soekarno diselesaikan melalui perundang-undangan oleh mandataris MPR, yakni Soeharto. Itu ditegaskan dalam TAP MPR.

Hingga kemudian dicari cara, yakni dengan mencabut TAP MPR tersebut. Karena tidak ada juga pembuktian hukum, yang menyebut Bung Karno memiliki kesalahan secara hukum.

"Jadi, ada stigma yang tidak selesai. Jadi, untuk itulah kita cari jalan, dikukuhkan kembali dari status pahlawan proklamator, dwi tunggal Bung Karno-Hatta menjadi pahlawan nasional menurut definisi baru. Yang menurut definisi baru adalah pahlawan nasional tidak punya cacat hukum sepanjang hidupnya," jelasnya.

Hinga kemudian, Soekarno kini bisa menjadi Pahlawan Nasional.

Sementara itu, untuk Gus Dur dan Soeharto, Jimly mengaku belum menemukan jalan keluar. Maka alasan yang bisa disampaikan saat ini, karena kuburan Soeharto dan Gus Dur masih belum kering.

"Rasanya biar generasi mendatanglah, sesudah nanti semua diberi pencerahan oleh zaman. Maka mudah-mudahan ketemu jalannya pada saatnya," kata Jimly. [vn]
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: